Majelis Hukama: Pemanasan Global akan Jadi Sumber Konflik Masa Depan

Nov 11, 2024 - 22:13
Majelis Hukama:  Pemanasan Global akan Jadi Sumber Konflik Masa Depan

MOSAIC-INDONESIA.COM, JAKARTA -- Majelis Hukama Muslimin (MHM) kantor cabang Indonesia menggelar dialog bersama jurnalis tentang pentingnya menjaga toleransi dan kelestarian alam di Jakarta, Senin (11/11/2024). Dialog ini digelar untuk  menyambut Hari Toleransi Internasional sekaligus menyongsong penyelenggaraan Conference of the Parties ke-29 (COP29) yang berlangsung di Baku, Azerbaijan.

Para ulama dan perwakilan pemerintah ikut memeriahkan acara ini. Diantaranya, yakni Menteri Agama Prof KH Nasaruddin Umar yang memberikan sambutan malalui rekaman video, pendiri dan anggota MHM Prof Dr M Quraish Shihab, Anggota Komite Eksekutif MHM Dr TGB M Zainul Majdi, serta Direktur MHM kantor cabang Indonesia Muchlis M Hanafi. 

Seperti diketahui, MHM merupakan sebuah lembaga lintas negara yang bersifat independen, didirikan pada 2014 di Abu Dhabi. MHM memiliki tujuan mempromosikan perdamaian dan kehidupan damai pada masyarakat Muslim dan masyarakat nonmuslim, menyebarkan dan menguatkan nilai-nilai dialog, toleransi, dan koeksistensi (hidup berdampingan secara rukun dan damai). Sejak 2021, telah dibuka MHM kantor cabang Indonesia, yang diawali sebagai kantor virtual dan selanjutnya diresmikan berkantor di Jakarta pada Oktober 2023.

TGB M Zainul Majdi mengungkapkan, pentingnya membangun budaya damai antara umat beragama diwujudkan lewat penandatanganan dokumen persaudaraan manusia oleh Grand Syekh Al Azhar Ahmed Al Tayeb dan Paus Fransiskus pada 4 Februari 2019. 

“Itu dokumen paling kuat antara tokoh tertinggi dunia Muslim dan tertinggi di dunia katolik yang menunjukkan komitmen bertoleransi, bekerja sama, bukan untuk kepentingan umatnya masing-masing saja, tapi untuk umat manusia,” ujar TGB yang pernah menjabat sebagai gubernur Nusa Tenggara Barat (NTB).“Toleransi tidak terbatas saling menghormati, tapi juga bekerja sama dalam isu konkret terkait umat manusia. MHM concern dengan isu perubahan iklim,” tambah alumni Universitas Al-Azhar, Kairo, tersebut.

Mengapa MHM bicara masalah pemanasan suhu global? Menurut TGB, hal itu menjadi bagian dari upaya MHM untuk mencegah terjadinya konflik yang notabene merupakan lawan dari perdamaian.  Dia menjelaskan, salah satu sumber konflik masyarakat global ke depan adalah ekses dari pemanasan global.

“Pemanasan global berdampak pada naiknya air laut, mengancam masyarakat pesisir yang juga adalah kelompok marginal. Pemanasan suhu global juga mengancam rantai pasokan pangan dan bisa menyebabkan penyakit yang tidak diketahui sebelumnya. Permasalahan global pada akhirnya akan menciptakan renteten dari konflik,” ujar dia.

TGB menjelaskan, MHM ikut berupaya membahas masalah pemanasan global karena ini tidak hanya menjadi tantangan ahli saintis, tapi juga ahli agama untuk menerjemahkan pesan-pesan agama. Dia menggarisbawahi sejumlah upaya telah diinisiasi MHM, antara lain menghadirkan Paviliun Iman pada COP28 di Abu Dhabi dan COP29 di Azerbaijan. Paviliun Iman ini menjadi platform bagi para tokoh agama untuk bertemu dengan para penentu kebijakan dunia dan berdialog hingga timbul kesepahaman bersama tentang masalah aksi iklim.

“Kita bersykur dalam kasus perubahan iklim, agama, sains, opini publik mengarah pada arah yang sama bahwa ini harus segera ditangani dengan sungguh-sungguh,” tegasnya.

Sekjen MHM Konselor Mohamed Abdelsalam, kata TGB, dalam pertemuan para tokoh agama dunia di Baku, menyampaikan pandangan sangat lugas kepada pemimpin dunia, bahwa aksi iklim bukan pilihan. Isu iklim merupakan keharusan absolut untuk masa depan dunia. Pesan seperti ini sering disampaikan jajaran pimpinan MHM kepada pemimpin dunia dalam setiap pertemuan. 

“MHM terus menjalin komunikasi dengan para penentu kebijakan terkait toleransi dan aksi iklim. Sekjen PBB sangat apresiatif.  Bahkan, hari penandatanganan dokumen persaudaraan ditetapkan sebagai Hari Persaudaraan Manusia Internasional,” ujar dia.

“MHM juga terus menghimpun para tokoh agama, tokoh lintas agama, termasuk tokoh agama lokal. Dalam tataran ini MHM bekerja, termasuk di Indonesia,” kata dia.

Program MHM

Direktur MHM kantor cabang Indonesia Muchlis M Hanafi menggarisbawahi sejumlah aksi lokal yang dilakukan untuk membangun kesadaran masyarakat yang mengedepankan semangat persaudaraan. MHM berupaya menjelaskan tentang praktik baik toleransi di Indonesia. Menurut Muchlis, Zayed Award for Human Fraternity yang diberikan kepada NU dan Muhammadiyah pada Februari 2024 menjadi bentuk pengakuan atas praktik baik Indonesia. 

“Para tokoh agama dunia melihat praktik baik toleransi di Indonesia, tentang peran lembaga keagamaan dalam membangun masyarakat yang damai dan itu direpresentasikan oleh NU dan Muhanmadiyah,” kata Muchlis.

Upaya lain yang dilakukan MHM dalam ikut memotret praktik baik toleransi di Indonesia adalah membuat lomba foto toleransi, lomba film pendek tentang kerukunan, dan lomba esay. MHM juga menerjemahkan buku, bukan hanya dari Arab ke Indonesia, tapi buku Indonesia yang diterjemahkan ke Bahasa Arab. “MHM juga mengadakan berbagai kegiatan di Indonesia. Kampanye toleransi dan koeksistensi melalui media serta khutbah Jumat,” sambungnya.

Sebagai bagian dari upaya global membangun kesadaran tentang pelestarian lingkungan, kata Muchlis, MHM pada 2023 menggelar Konferensi Asia Tenggara tentang perubahan iklim. Pada Februari 2024, MHM kantor cabang Indonesia juga mem buat kegiatan dengan melibatkan penyandang disabilitas. “Persaudaraan mencakup semua lapisan masyarakat. Karena itu perlu membangun dialog untuk kehidupan yang lebih harmonis,” tandasnya.

Pesan Quraish Shihab

Pakar tafsir Alquran Prof Quraish Shihab menjelaskan bahwa ada sejumlah orang yang salah paham dalam memahami toleransi karena menerjemahkannya dengan mengalah. Padahal, toleransi bukan berarti mengalah. Dia menjelaskan, toleransi seperti orang yang berjabatan tangan. 

“Anda mengulurkan tangan lalu memegang tangan orang lain. Saling menyentuh tangan. Sehingga manfaat toleransi dirasakan dua pihak. Jadi bukan mengalah. Kita berjalan seiring,”ujar dia.

“Kita ingin menekankan bahwa perbedaan itu keniscayaan. Kalau tidak berbeda kita tidak bisa hidup. Tuhan mau kita berbeda. Maka jangan jadikan perbedaan alasan untuk tidak bekerja sama,” sambungnya.

MHM kata Quraish, didirikan bukan untuk memadamkan kebakaran tapi mencegah kebakaran. Salah satu kegiatan MHM adalah menyebarkan toleransi. Sebab, tanpa toleransi, bisa terjadi kebakaran. “Kegiatan MHM lainnya adalah meluruskan kesalahpahaman, serta membangun kerja sama positif antar umat manusia,” paparnya.

Terkait pelestarian alam, Quraish menegaskan bahwa itu menjadi tanggung jawab setiap individu. Tugas ulama dan tokoh agama dalam konteks pelestarian lingkungan adalah ikut serta menyadarkan masyarakat bahwa alam adalah titipan Tuhan untuk dilestarikan. “Setiap gangguan terhadap alam bertentangan dengan perintah Tuhan,” tegasnya.

MHM, kata Prof Quraish, juga mendorong penulis dan khatib untuk memperkaya pengetahuan masyarakat tentang pandangan agama menyangkut pelestarisn lingkungan. Hal itu tentu tidak hanya dalam bentuk ceramah, mengaitkan kewajiban melesrarikan lingkungan dengan hak yang bersifat ajaran agama semata.

“Tapi ada tindakan dan kegiatan yang harus dilakukan walaupun bukan atas nama agama tapi ilmu pengetahuan yang dapat menghambat pemanasan global. Misalnya, jangan memakai plastik atau semua kegiatan yang mengarah kepada pelestarian lingkungan,”ujar dia.“Banyak hal yang dapat dilakukan. Itu bukan hanya tugas ulama, tapi setiap individu di antara kita,”tegas Quraish.