Saat Perkebunan Sawit Ikut Terkena Dampak Perubahan Iklim

Hujan yang lebih lebat dalam dua tahun terakhir dapat menyebabkan kelapa sawit membusuk.

Oct 16, 2024 - 11:18
Saat Perkebunan Sawit Ikut Terkena Dampak Perubahan Iklim
Kelapa Sawit/Astra Agro Lestari

MOSAIC-INDONESIA.COM, JAKARTA -- Perubahan iklim dinilai turut mempengaruhi jutaan hektare perkebunan sawit di Asia seperti Indonesia dan Malaysia. Perkebunan sawit dikenal karena melepaskan jutaan ton karbon akibat penggantian hutan tropis menjadi perkebunan monokultur juga harus menghadapi cuaca yang tidak diprediksi. 

Anita Neville dari Golden Agri-Resource (GAR), perusahaan kelapa sawit terbesar kedua di dunia dengan lahan 500 ribu hektare di Indonesia, mengatakan, dirinya harus menghadapi hujan lebih lebat dari biasanya.“Kelapa sawit tumbuh subur di daerah tropis karena cuacanya dapat diprediksi. Namun, hal itu tidak lagi berlaku,” kata Anita Neville, yang dikutip dari Reuters, Kamis (10/10/2024).

Dalam dua tahun terakhir, Neville mengamati hujan yang lebih lebat, sehingga dapat menyebabkan pohon kelapa sawit membusuk dan terserang penyakit. Hujan yang berkepanjangan juga memengaruhi populasi kumbang, penyerbuk senilai 4,5 miliar dolar AS per tahun bagi industri tersebut. Tanpa kumbang, penyerbukan harus dilakukan secara manual.

Banjir dapat menyebabkan tandan buah segar tidak dapat dipanen atau diambil dari pinggir jalan, sehingga dibiarkan membusuk. “Sepuluh tahun lalu, kami mendengar laporan tentang banjir di satu perkebunan. Sekarang hampir setiap wilayah di Indonesia melaporkan banjir,” lapor Neville.

Musim Mas, yang mengelola 130 ribu hektare perkebunan sawit di Indonesia, telah berupaya memperdalam sungai dan memasang karung pasir di tepi sungai untuk bersiap menghadapi hujan lebat. “Saya pernah melihat air setinggi pohon palem berusia tiga tahun di perkebunan kami di Pekanbaru, Indonesia. Seluruh area pohon palem muda hancur karena terendam terlalu lama,” kata Carolyn Lim, kepala bagian komunikasi perusahaan.

Produktivitas juga terdampak oleh periode kekeringan yang semakin parah. Pasalnya, para ilmuwan memperkirakan bahwa kenaikan suhu global sebesar 2 derajat Celsius dapat menyebabkan penurunan hasil panen kelapa sawit sebesar 30%.

Meskipun kelapa sawit terkenal sebagai tanaman yang produktif karena membutuhkan lahan yang jauh lebih sedikit daripada minyak nabati lainnya, industri ini dinilai tidak melakukan upaya yang cukup untuk meningkatkan hasil panen. 

Indonesia, yang dikenal sebagai pemasok kelapa sawit terbesar dunia, harus mengalami penurunan produksi  1 juta ton tahun ini dibandingkan dengan 2023. Hal tersebut karena pohon-pohon yang menua dan kurang produktif, serta industri yang lambat memperkenalkan teknologi baru.

Proyek ini bertujuan untuk melindungi 100.000 hektar hutan stok karbon tinggi yang berisiko dari perambahan perkebunan kelapa sawit sekaligus mempertahankan mata pencaharian 1.500 petani kecil independen yang beroperasi di area tersebut.

Proyek ini, yang dimulai sebagai program tiga tahun untuk meningkatkan produktivitas petani kecil hingga 30% dan menjadikan distrik tersebut sebagai pusat sumber daya berkelanjutan, telah diperluas dan berfungsi sebagai model untuk pertanian yang tangguh terhadap iklim.

Tran Quynh Chi, direktur regional lanskap Asia dan pemimpin minyak sawit Asia di IDH, mengatakan untuk mempertahankan dan meningkatkan skala program tersebut akan memerlukan pendanaan dan kerja sama berkelanjutan antara pemerintah daerah, sektor swasta, dan kelompok konservasi. Tanggung jawab untuk membuatnya berhasil seharusnya tidak hanya berada di tangan petani, tambahnya.

Ferrero, perusahaan cokelat yang terkenal dengan merek Nutella-nya, baru-baru ini menyelesaikan uji coba skema yang dikenal sebagai TRAILS di Kalimantan, Malaysia, di mana 90% lanskapnya telah diubah menjadi perkebunan kelapa sawit. Proyek di negara bagian Sabah ini telah melihat pohon-pohon palem ditanam kembali dengan spesies hutan campuran untuk mendukung populasi satwa liar setempat. Proyek ini dimulai dari skala kecil, dengan hanya beberapa lusin ribu hektar lahan perkebunan yang digunakan dalam uji coba.

Namun, pemimpin proyek, Alain Rival, dari lembaga nirlaba Cirad, mengatakan bahwa TRAILS dapat membuktikan bahwa produksi kelapa sawit berbasis agroforestri dapat menguntungkan, ramah terhadap satwa liar, dan tangguh terhadap iklim.

Ada pelajaran yang dapat dipetik dari petani kecil pribumi, yang secara tradisional telah mempraktikkan teknik ramah iklim seperti agroforestri dan konservasi hutan adat, tetapi sering kali kehilangan tanah mereka karena perusahaan perkebunan besar, kata Aida Greenbury, penasihat serikat petani kecil independen Indonesia (SPKS).