Paviliun Iman di COP 29 akan Maksimalkan Peran Pemimpin Agama
Para tokoh agama diharapkan memaksimalkan aksi kolektif para aktor agama yang hadir di COP29.
MOSAIC-INDONESIA,JAKARTA — Kesuksesan Faith Pavilion (Paviliun Iman) yang dimulai pada ajang iklim internasional Commitee of Parties (COP) 28 di Dubai, Uni Emirat Arab pada 2023 lalu, dinilai tampak dari kehadiran banyak tokoh berbagai agama di dunia yang meramaikan paviliun tersebut. Besarnya antusiasme publik juga terlihat dari beragam liputan dari media mainstream dan ramainya tagar faith pavilion di media sosial.
Pada COP 29 yang sebentar lagi akan digelar di Baku, Azarbeijan, pada November 2024 ini, Paviliun Iman rencananya akan kembali diadakan. Majelis Hukama Muslimin, sebuah organisasi yang berisikan ulama, pakar dan tokoh Muslim yang menginisiasi keberadaan paviliun tersebut telah memulai komunikasi dengan pihak penyelenggara.
Pada Agustus lalu, Sekretaris Jenderal Hukama, Hakim Mohamed Abdelsalam telah bertemu dengan Mukhtar Babayev, Presiden Konferensi Para Pihak pada Konvensi Kerangka Kerja PBB tentang Perubahan Iklim (COP29). Keduanya membahas persiapan yang sedang berlangsung untuk KTT Pemimpin Agama untuk Iklim di Baku, di bawah naungan Presiden Ilham Aliyev dari Republik Azerbaijan, dan penyelenggaraan edisi kedua Paviliun Agama di COP29, menyusul kesuksesan Paviliun Iman edisi pertama di Dubai pada COP28, dilansir dari Emirates News Agency.
Selama pertemuan tersebut, Hakim Mohamed Abdelsalam menyoroti bahwa KTT Pemimpin Agama Global untuk Iklim, yang diselenggarakan di Abu Dhabi November lalu sebelum COP28, berpuncak pada deklarasi "Panggilan Hati Nurani: Pernyataan Bersama Abu Dhabi untuk Iklim,". Deklarasi tersebut ditandatangani bersama oleh 30 pemimpin agama, termasuk Yang Mulia Dr. Ahmed Al-Tayeb, Imam Besar Al-Azhar dan Ketua Majelis Hukama, dan Yang Mulia Paus Fransiskus dari Gereja Katolik.
Momentum ini memperlihatkan peran penting yang dapat dimainkan oleh para pemimpin agama dalam meningkatkan kesadaran masyarakat tentang isu perubahan iklim. Paviliun tersebut juga diharapkan bisa memotivasi aksi lingkungan yang positif. Ia juga menekankan perlunya membangun mekanisme untuk memastikan keberlanjutan upaya tersebut bahkan hingga COP30 di Brasil.
Mukhtar Babayev memuji upaya yang dipimpin oleh Majelis Hukama, di bawah pimpinan Dr. Ahmed Al-Tayeb, untuk mengaktifkan peran para pemimpin agama dalam aksi iklim global. Ia menyatakan antisipasinya terhadap KTT Pemimpin Agama untuk Iklim dan organisasi Paviliun Agama di COP29. Babayev berharap, akan ada berkontribusi untuk mencapai keadilan iklim, melindungi planet, dan memastikan keberlanjutan sumber dayanya untuk generasi mendatang.
Paviliun Iman pada COP 29 diharapkan dapat menginspirasi dan melepaskan kekuatan agama, pemimpin agama, dan komunitas agama sebagai agen perubahan untuk aksi iklim. Dengan demikian, ada aksi nyata dari lembaga-lembaga keagamaan dan komunitas untuk mengatasi perubahan iklim dengan indikator yang terukur dan mekanisme pemantauan.
Paviliun ini juga mendorong koalisi global para pemimpin agama yang bekerja sama untuk aksi iklim. dan mendorong para pemimpin agama untuk terlibat dalam dialog kebijakan dan menginspirasi ambisi iklim di antara delegasi politik.
Para pemimpin agama juga secara selaras akan merancang seruan aksi iklim untuk memanfaatkan kontribusi di tingkat individu dan kelembagaan sebagai respons terhadap Global Stocktake (GST) atau penilaian terhadap kemajuan yang dicapai dalam mitigasi perubahan iklim sejak Perjanjian Paris pada tahun 2015. Para pemimpin agama pun diharapkan mampu untuk membangun harapan yang lebih besar pada COP29 dan memaksimalkan aksi kolektif para aktor agama yang hadir di COP29, yang dilansir dari interfaithsustain.com.
Peneliti dari Universitas Nasional Dr Fachruddin Mangunjaya mengatakan, paviliun iman menjadi ajang berbagi aksi iklim lintas agama. Di dalam pavilun tersebut, para tokoh agama akan berbagi bagaimana nilai-nilai lingkungan di dalam ajaran agama dan kepercayaan masing-masing. Mereka juga berbagi program seputar aksi iklim apa yang telah dilakukan di dalam organisasi keagamaan masing-masing.
Meski demikian, Fachruddin menjelaskan, Paviliun Iman tersebut sebatas menjadi ‘side event’ dari COP yang pemain utamanya merupakan pemerintah. Dia menjelaskan, organisasi keagamaan bisa memasukkan programnya di kementerian atau lembaga terkait. Sebagai contoh, bagaimana peran masjid yang ingin menurunkan emisi gas rumah kaca yang bisa menjadi program Dewan Masjid Indonesia (DMI) kemudian diregistrasi ke pemerintah.
Contoh lainnya, ujar Fachruddin, Majelis Ulama Indonesia (MUI) pada 2016 telah melahirkan fatwa berupa ‘Hukum Membakar Hutan dan Lahan Serta Pengendaliannya’. Fatwa tersebut terbukti berhasil menurunkan tingkat kebakaran hutan dan lahan di Indonesia mengingat setelah hampir enam tahun sejak fatwa diterbitkan tidak ada kebakaran hutan dan lahan. Dia menjelaskan, pengaruh fatwa itu kemudian bisa diakumulasi oleh pemerintah yang akan turut memberikan penghitungan. “Meski memang ada program mitigasi dari pemerintah, kita berpartisipasi dan ada penyadaran,”ujar dia.