Gerakan Sosial Dinilai Jadi Nadi Perubahan

Tema lingkungan dinilai merupakan isu yang berisiko tinggi untuk disuarakan mengingat terkait dengan beragam kepentingan oligarki politik.

Jun 4, 2025 - 10:10
Gerakan Sosial Dinilai Jadi Nadi Perubahan

MOSAIC-INDONESIA.COM, JAKARTA Indonesia Country Director Purpose, Longgena Ginting menyatakan dampak yang paling bermakna dari gerakan sosial adalah apa yang dibangun bersama lewat pendekatan berbasis cerita, komunikasi, dan aksi komunitas.

“Gerakan sosial adalah nadi perubahan sistemik, dan komunikasi yang dibangun secara strategis adalah senjatanya,” jelas Longgena dalam acara ‘Cerita untuk Cipta: Dari Narasi Menjadi Aksi’ yang diselenggarakan oleh Purpose Indonesia pada Selasa (3/6) di Jakarta.

Dia menjelaskan, kekuatan narasi menjadi landasan Purpose untuk membangun komunikasi strategis dengan semangat movement generosity yakni semangat berbagi pengalaman, strategi, bahkan kegagalan untuk memperkuat gerakan secara kolektif. 

"Meski cara-caranya berganti namun esensi komunikasi tetap relevan dalam gerakan,” paparnya. Beberapa inisiatif kampanye dan gerakan publik untuk isu lingkungan telah dilakukan oleh Purpose. Melalui MOSAIC (Muslims for Shared Action on Climate Impact) Purpose menggagas program pemberdayaan umat untuk mendorong aksi iklim di Indonesia melalui skema Sedekah Energi, Wakaf Hutan, dan Umat Untuk Semesta. Purpose juga meluncurkan "Jogja Lebih Bike" untuk mengurangi polusi udara dan emisi karbon.

Sementara di Bali, Purpose berkolaborasi dengan pemerintah, pelaku usaha, dan masyarakat mendorong narasi tentang pengurangan emisi sektor industri pariwisata Bali melalui Kembali Becik. Sedangkan di isu kesehatan, Purpose menginisiasi Pilih Pulih dan Klinik Misninformasi untuk meningkatkan kepercayaan publik terhadap vaksin Covid-19.

Di bidang sosial politik, Purpose menggagas #PilahPilih yang mengajak anak muda menyuarakan isu lingkungan dalam menentukan pilihan menghadapi Pemilu dan Pemilih Kepala Daerah pada 2024 lalu. 

Berisiko tinggi

Tema lingkungan dinilai merupakan isu yang berisiko tinggi untuk disuarakan mengingat terkait dengan beragam kepentingan oligarki politik. Karena itu, Evi Mariani, Pemimpin Umum Project Multatuli, menyebutkan ada kekeringan mengenai isu tersebut sehingga menjadi suara yang tidak didengar. 

Di sisi lain, dia menjelaskan, ada kebanjiran informasi dari para pendengung sehingga terjadi ketidakseimbangan dalam ekosistem informasi publik.“Ini jadi tantangan bagi jurnalis, social campaigner, dan content creator untuk menyuarakan suara yang diabaikan dan isu-isu yang tidak didengar,” jelas dia.

Ia menyatakan perlunya memetakan siapa saja yang bisa berkolaborasi secara strategis. “Kekuatan masyarakat sipil adalah kekuatan-kekuatan kecil yang bertaut dan bekerjasama,” jelas dia.

Aktor dan aktivis lingkungan Nicholas Saputra mengungkapkan secara alami kampanye yang berfokus pada satu isu akan lebih mudah dilakukan. “Memang sulit untuk membuat satu isu spesifik bisa relevan dengan jutaan orang tapi bekerja dengan komunitas kecil akan lebih mudah karena itu isu yang betul-betul kita ketahui,” jelasnya. Ia menerangkan pola-pola kampanye seperti ini akan menjadi semacam bentuk antitesis dari dominasi algoritma media sosial. “Namun tetap saja ada godaan untuk di-like oleh dua juta orang,” ujarnya