Misi Khalifah di Zona Merah

Penelitian tersebut merekomendasikan adanya penanaman vegetasi keras (pohon) dengan akar kuat yang sesuai dengan kondisi fisik wilayah di Pamijahan. 

Oct 21, 2023 - 21:14
Nov 19, 2023 - 18:41
Misi Khalifah di Zona Merah
Hutan Wakaf 1 di Cibunian, Bogor

Hujan tak juga berhenti di Desa Cibunian, Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor, awal November lalu. Suaranya terdengar saru dengan derasnya aliran sungai di desa yang terletak di kaki Gunung Halimun Salak tersebut.

Di tengah hari yang basah, saya menepi ke sebuah saung bambu tak berpenghuni di Hutan Wakaf 1 Bogor. Setelah melongok ke atas, ada dua kakek paruh baya baru sedang sibuk membereskan tanah bekas sisa longsor pada 22 Juni silam. Mereka pun bergegas turun untuk menyiapkan saung. 

Hutan Wakaf 1 memang lebih tampak seperti taman ketimbang hutan. Di bawah tanah miring seluas 1.500 meter persegi, ada fasilitas parkir untuk kendaraan. Jalan berbatu juga dibuat nyaman dengan pegangan tangan. Jalan itu menjadi sarana pengunjung berjalan kaki melintasi saung dan menuju pondok yang bisa digunakan untuk menginap.

Selain itu, ada dua kolam ikan yang airnya mengalir. Berbagai jenis pohon buah dan beragam  bunga juga tumbuh disana.  Di saung, hamparan sawah memanjakan mata setelah lelah berkendara sekitar dua jam dari Kota Bogor. 

Setelah menunggu, seorang pemuda berkendara motor datang menghampiri. Edih, namanya. Salah seorang relawan Hutan Wakaf Bogor itu kerap membina warga yang tinggal di sekitar area hutan wakaf. Edih pun berkisah sebelumnya saung tersebut berfungsi sebagai warung kopi yang akan melayani para pengunjung hutan wakaf. Hanya saja, saung tersebut dibiarkan kosong sejak adanya bencana. “Sekarang warga masih trauma karena longsor Juni lalu,”ujar Edih. 

Pada 22 Juni 2022, longsor besar menimpa Desa Cibunian dan sekitarnya. Badan Nasional Penanggulangan Bencana mencatat, tiga korban tewas sedangkan satu lainnya hilang. Salah satu korban merupakan istri dari anggota hutan wakaf yang kebetulan sedang berada di rumah saat bencana terjadi. Ada sebanyak 395 warga harus mengungsi. Tanah longsor disertai banjir itu juga menyebabkan ratusan rumah rusak. Infrastruktur desa seperti jembatan putus sedangkan jalan tertutup. 

Kecamatan Pamijahan, wilayah administratif dimana Desa Cibunian berlokasi memang termasuk dalam zona merah. Jurnal Geografi Gea Vol 19 Tahun 2019 pernah mencatat kecamatan dengan 15 desa itu memiliki area rawan longsor hingga  10.624 hektare (76,20 persen).

Jenis tanah, penggunaan lahan yang didominasi perkebunan, sawah dan permukiman, hingga kondisi lereng yang curam merupakan beberapa faktor rawannya wilayah itu terhadap bencana. Tingginya curah hujan yang rata-rata mencapai 363,166 mm per tahun menjadi faktor tambahan. Tidak heran, penelitian tersebut merekomendasikan adanya penanaman vegetasi keras (pohon) dengan akar kuat yang sesuai dengan kondisi fisik wilayah di Pamijahan. 

Dari tiga kategori kerawanan, sebagian Desa Cibunian berstatus sangat rawan longsor. Inisiasi hutan wakaf di Cibunian pun bak asam dan garam yang berjumpa di belanga.

Khalifah Muhammad Ali, pendiri dari Yayasan Hutan Wakaf Bogor mengungkapkan, dia membangun hutan wakaf setelah menerbitkan artikel ilmiah di sebuah portal jurnal ekonomi syariah.

Khalifah yang menyelesaikan studinya di bidang kehutanan dan ekonomi syariah IPB tersebut menggabungkan konsep ekologi dan ekonomi dalam bentuk hutan wakaf. Buah pikirnya itu menyentak banyak pembaca. Salah satunya, seorang dermawan yang memiliki sebidang lahan di Pamijahan.

“Teman istri saya. Dia punya lahan di Cibunian kemudian meminta saya untuk mengelolanya sebagai hutan,” ujar Khalifah. 


Lahan seluas 1.500 meter dibebaskan. Khalifah kemudian mengaplikasikan ide mengenai hutan wakaf dengan berlaku sebagai nazir alias pengelola aset wakaf. Bagi Khalifah, konsep wakaf menjadi solusi permasalahan perubahan iklim akibat deforestasi yang tak juga berhenti.

Secara sederhana, Khalifah menjelaskan jika hutan wakaf adalah hutan yang dibangun di atas tanah wakaf. Hutan yang sebelumnya dimiliki individu atau lembaga dibeli dengan dana wakaf untuk kemudian diwakafkan.

Kepemilikannya pun berpindah dari milik pribadi (wakif) menjadi kepunyaan Allah SWT. Aset ini lantas dikelola demi kepentingan mauquf alaih, penerima manfaat atas pengelolaan wakaf. Dalam konteks hutan wakaf, penerima manfaat ini didefinisikan sebagai kepentingan umum. 

Khalifah menegaskan, wakaf tidak boleh dijual, diwariskan dan dihibahkan. Wakaf yang telah ditentukan peruntukannya juga tidak dapat diubah fungsinya. Jika sebuah lahan diikrarkan untuk dijadikan hutan maka selamanya harus dikelola sebagai hutan.

Hanya saja, Khalifah mengungkapkan, pihak wakif seyogyanya bisa menambah kebermanfaatan lahan tersebut di dalam ikrar wakaf selain untuk hutan. “Bisa untuk sarana pendidikan atau kegiatan lain yang bermanfaat. Tentu saja tanpa mengganggu fungsi ekologinya yang utama,”jelas dia.

 
Bisa untuk sarana pendidikan atau kegiatan lain yang bermanfaat. Tentu saja tanpa mengganggu fungsi ekologinya yang utama.
KHALIFAH MUHAMMAD ALI Pendiri Yayasan Hutan Wakaf Bogor 
Selepas lahan pertama dibebaskan, Khalifah yang berlaku sebagai nazir (pengelola wakaf) bergerak lewat Yayasan Hutan Wakaf Bogor. Dia pun menggalang dana lanjutan untuk memperbanyak lahan wakaf yang dijadikan hutan. Hingga kini, ada tiga zona dan lima bidang lahan yang sudah berhasil dibebaskan dan dikelola menjadi hutan. Jika ditotal, ujar dia, luas lima hutan wakaf di Desa Cibunian mencapai sekitar 1 hektare. 

Di belahan Eropa, konsep hutan mini yang dikelola pihak yayasan sebenarnya sudah diterapkan dikenal dengan sebutan Small Forest Patches (SFP) atau petak hutan kecil. Meski terbilang mini, SFP mampu memberikan manfaat nyata kepada manusia yang hidup di sekitarnya.

Dilansir dari laman Springer.com, selain menjadi wadah berkumpulnya keanekaragaman hayati, SFP  dapat mempengaruhi siklus air dan berkontribusi untuk memasok air berkualitas tinggi ke pertanian. Secara global, SFP adalah penyerap karbon yang penting dan terlibat dalam siklus nutrisi, sehingga berperan dalam mitigasi perubahan iklim. Dalam konteks kebencanaan, SFP menjadi solusi untuk menahan banjir dan angin.


Konsep SFP tampak serupa jika melihat bagaimana Hutan Wakaf Bogor dikelola. Hutan yang dekat dengan warga dan lahan pertanian bisa memberi manfaat nyata bagi kehidupan warga setempat. Khalifah menjelaskan,  hutan wakaf  mengusung tiga peran yakni ekologi, ekonomi dan edukasi. Fungsi ekologi dijalankan lebih dari sekadar pembebasan lahan untuk hutan.

Dia mencontohkan,  jenis pohon yang ditanam di hutan wakaf dipertimbangkan masak-masak. Pohon beringin ditanam mengingat warga yang membutuhkan mata air untuk keperluan sehari-hari. Akarnya yang kuat dapat mencengkram batu dan tanah, sehingga dapat berfungsi sebagai pondasi mata air alami.

Selain itu, biji pohon beringin dapat menjadi pakan bagi burung-burung. “Ini kata Rasulullah juga termasuk sedekah, beliau bersabda, “Tidaklah seorang Muslim yang menanam tanaman atau bertani, lalu burung atau manusia atau hewan memakan hasilnya, kecuali semua itu dianggap sedekah baginya” (HR Al Bukhari).

Hutan tersebut juga memiliki fungsi ekonomi yang bermanfaat bagi warga setempat. Lewat ekowisata, hutan wakaf menyediakan pemondokan yang bisa disewa pengunjung. Tak hanya itu, saung pun dijadikan sebagai warung sebagai tempat usaha mikro bagi warga lokal. “Sudah bisa memberikan pemasukan bagi warga,” ujar dia.

Jasa pemandu pun disiapkan bagi pengunjung yang hendak menikmati keindahan desa. “Mereka bisa tracking hutan dan menikmati sumber air panas,”jelas dia. 

Aktivitas ekonomi lain yang diinisiasi hutan wakaf yakni produksi madu trigona hingga ternak domba. Menurut Khalifah, pengelolaan aktivitas ekonomi ini bekerjasama dengan beberapa stakeholder seperti Kementerian Agama dan Baznas. 

Untuk fungsi edukasi, Khalifah menjelaskan, hutan wakaf secara rutin menyelenggarakan pengajian setiap Jumat untuk memberikan wawasan keagamaan dan lingkungan kepada warga.

Tak hanya itu, mereka pun membentuk kelompok binaan yang terdiri dari kaum bapak, kaum ibu dan anak muda. Untuk kelompok terakhir, mereka dijadikan sebagai kelompok tanggap bencana. “Apa yang kita lakukan mudah-mudahan bisa menjadi contoh dimana saja,”ujar dia. (red)