Pesantren Sunan Pandanaran, Misi Ekologi dari Jogja
Pesantren ini dinilai memenuhi sepuluh indikator ekopesantren.
MOSAIC-INDONESIA,JAKARTA — Pesantren merupakan sistem pendidikan khas umat Islam di Indonesia. Setidaknya, ada lebih dari 35 ribu pesantren dengan lebih dari tiga juta santri yang tersebar di puluhan provinsi di Indonesia. Dalam konteks gerakan iklim, peran pesantren-pesantren tersebut tidaklah kecil. Salah satunya, yakni Pesantren Sunan Pandanaran yang berada di Dusun Candi, Sleman, Kabupaten Yogyakarta.
Pesantren yang kerap disebut PPSPA ini berdiri sejak 20 Desember 1975. PPSA merupakan salah satu pesantren ekologi yang mendapat reward peraih ekopesantren Award 2024. Pesantren ini dinilai memenuhi sepuluh indikator ekopesantren seperti kebijakan lingkungan, fiqih lingkungan, peningkatan sumber daya manusia, lahan pesantren, sumber daya air, hidup bersih dan sehat, llimbah dan sampah, sumber daya dan energ, transportasi hingga keanekaragaman hayati.
Pengasuh PPSPA Mohammad Rokhmat mengatakan, PPSPA memiliki kurikulum yang ramah akan lingkungan. Salah satunya kepedulian terhadap ketahanan pangan dan isu lingkungan hidup. Ada pun nilai-nilainya diambil dari Alquran. Pertama, manusia dilahirkan sebagai khalifah atau pemimpin di bumi (QS. Al-Baqarah: 30); Kedua, manusia diciptakan dalam bentuk sebaik baiknya (QS. At-Tin: 4); Ketiga, manusia dibekali akal (QS. Al-Baqarah: 219).
Berdasarkan fondasi dari Alquran tersebut, Rokhmat mengatakan, sudah seyogyanya manusia merawat alam semesta berdasarkan prinsin fiqih lingkungan, seperti tawassut/ keseimbangan antara kemanusiaan, kebutuhan ekonomi dengan lingkungan hidup. Prinsip ini diaplikasikan lewat program beragam program, contohnya, ujar dia, pesantren berupaya membuka unit usaha pesantren dengan basis lingkungan hidup seperti Greenhouse Akuaponik (dua fungsi dalam satu aspek yaitu, ikan konumsi dan sayuran organik). Kemudian Bustan Nursery (salah satu unit usaha penyemaian tanaman buah, pohon perindang, pohon penyerap air, tanaman hias, anggrek, bonsai dll).
Prinsip berikutnya yakni ta’addud/ keberagaman, manusia menghargai keberagaman hayati dan lingkungan. "Pondok pesantren memiliki tempat konservasi flora dan fauna, seperti konservasi burung dalam kendang aviary besar, diternak dan jika sudah masanya maka burung tersebut akan dilepas ke alam bebas,"ujar Rokhmat kepada redaksi MOSAIC beberapa waktu lalu.
Ada juga prinsip tarbiyah atau pendidikan dimana manusia belajar dan meningkatkan kesadaran pentingnya menjaga lingkungan hidup. Nilai ini diaplikasikan pesantren dengan adanya pola kaderisasi santri, program menanam pohon, ekosistem alam dan lain-lain sehingga santri terbentuk kesadaran akan lingkungan dan berdampak positif bagi alam.
Dia mengatakan, pesantren juga memiliki program reduce, reuse dan recycle (3R) untuk pengelolaan sampah. Program tersebut melibatkan santri dan pengurus pesantren dengan melakukan pemilahan sampah (jika sampah masih bercampur). Sampah organik seperti sisa makanan dijadikan pakan unggas dan ikan. Sampah botol, besi, kardus akan dipisahkan sendiri untuk kemudian dijual. Sedangkan sampah residu yang tidak memiliki nilai ekonomis maka akan dimusnahkan dengan pembakaran. "Sortasi sampah tersebut, menghasilkan nilai ekonomi,"kata dia.
Menurut Rokhmat, program-program tersebut menjadikan peran pesantren tidak kecil dalam pemeliharaan lingkungan. Menurut dia, pesantren bisa ikut berperan karena didalam pesantren itu memiliki sosok pemimpin (Kiai atau ulama) yang punya pengaruh di masyarakat. Selain itu pesantren memiliki sistem sesuai dengan UU tentang Pesantren No.18 tahun 2019, bahwa pesantren mempunyai 3 fungsi, yakni fungsi Pendidikan, fungsi dakwa, dan fungsi pengabdian kepada masyarakat.
Dari sistem tersebut, dia menjelaskan, pesantren melalui ulamanya memiliki peran dan pengaruh yang penting untuk menyuarakan kepedulian terhadap perubahan iklim, dan menentukan arah kebijakan ke depan. Dengan dasar agama, ujar dia, yang mengatur hubungan antara manusia dengan Tuhan, manusia dengan sesama manusia dan manusia dengan alam semestanya.
Selain itu, sistem (kurikulum) dalam pesantren terkait kepedulian terhadap lingkungan hidup, berdampak pada keselarasan dan keseimbangan alam sekitar, selain itu juga mendidik santri/ generasi yang peduli terhadap lingkungan hidup, sehingga mereka punya peran yang baik dalam problem perubahan iklim.
Latar belakang pesantren
Pondok Pesantren Sunan Pandanaran (PPSPA) didirikan oleh K.H. Mufid Mas’ud bersama istri beliau yang bernama Ibunyai Hj. Jauharoh yang merupakan putri dari pendiri Pondok Pesantren al-Munawwir Krapyak Yogyakarta yakni K.H. Munawwir. PPSPA berdiri pada tanggal 17 Dzulhijjah 1395 H., yang bertepatan dengan tanggal 20 Desember 1975 M.
Pesantren ini selain ditujukan sebagai media dakwah, yang awalnya berkonsentrasi dalam bidang al-Qur’an, terutama tahfidh al-Qur’an. Hal ini mengingat KH. Mufid adalah seorang ahli dan memiliki kapabilitas yang mewadahi di bidang tahfidh al-Qur’an.
Oleh karena itu, PPSPA membagi tingkatan khataman menjadi tiga tingkatan. Pertama, khataman juz ‘amma (hafal Juz 30). Kedua, khataman bi al-nadhar (khatam Juz 30, Surat al-Kahfi, Surat Yaasin dan Surat-surat pendek) dan ketiga, tingkat teratas yakni khataman bi al-ghaib (hafal dari Juz 1 sampai juz 30).
Untuk sistem pendidikan, PPSPA mengikuti Kementerian Agama dengan skema madrasah. Para santri PPSPA duduk dari level raudhatul athfal (RA), madrasah ibtidaiyah (MI), madrasah tsanawiyah setingkat SMP dan madrasah Aliyah yang setingkat SMA.