Jadikan Ramadhan Bulan Penuh Berkah, Bukan Bulan Penuh Sampah

Bertambahnya sampah selama Ramadhan merupakan ironi.

Mar 18, 2024 - 21:32
Jadikan Ramadhan Bulan Penuh Berkah, Bukan Bulan Penuh Sampah

Sejumlah daerah sudah melansir jika timbulan sampah meningkat saat memasuki Ramadhan ketimbang waktu normal. Data terbaru datang dari Dinas Lingkungan Hidup Kota Serang yang melansir jika timbulan sampah selama Ramadhan sejumlah 800 ton per hari. Jumlah tersebut meningkat jauh bila dibandingkan dengan waktu normal yang mencatatkan jumlah sampan sekitar 320-370 ton per hari.

Banyaknya pasar dadakan dan pasar tumpah di sejumlah titik di Serang membuat jumlah sampah plastik bekas makanan meningkat. Meski belum merilis data rekapitulasi sampah per hari, sejumlah daerah memastikan kenaikan timbulan sampah serupa. Hal tersebut mengulangi fenomena tahunan yang menurut data dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, jumlah timbulan sampah saat Ramadhan setiap tahun naik 20 persen.

Anggota Lembaga Penanggulangan Bencana dan Perubahan Iklim (LPBI) Nahdlatul Ulama (NU) M Ali Yusuf mengatakan,  bertambahnya volume sampah di bulan Ramadhan merupakah sebuah ironi. Terlebih, mengingat makna puasa atau “shiyam” merupakan sikap dan perilaku menahan nafsu dan  mengendalikan diri dari segala perbuatan yang dilarang, tetapi juga dibenci atau yang tidak disukai oleh Allah SWT. Hakikat berpuasa itu merupakan upaya menempa diri untuk menjadi pribadi yang berakhlaq mulia agar berhasil mencapai derajat takwa.“Jika saat puasa Ramadhan tetapi justru sampah semakin menumpuk dan bertambah volumenya, maka kualitas puasa kita patut dipertanyakan,”ujar anggota Steering Comitee MOSAIC tersebut.

Menurut Ali,  menumpuknya sampah merupakan sisa dari segala sesuatu yang dikonsumsi berlebih. Padahal berlebih-lebihan merupakan sesuatu yang dibenci oleh Allah dan Nabi Muhammad SAW. Sikap berlebih-lebihan tersebut membuat kualitas puasa  sepertinya hanya mengalihkan waktu pemenuhan nafsu dan syahwat dari siang hari menjadi malam hari atau selepas Maghrib. Waktu berbuka pun, ujar dia,  cenderung seperti “balas dendam” dengan mempersiapkan sebanyak mungkin yang akan dikonsumsi.

Dia menjelaskan, orang yang berpuasa diharapkan tidak hanya memperbaiki hubungannya dengan Allah SWT Sang Pencipta, tetapi juga kepada sesama manusia dan makhluk hidup lainnya. Menumpuknya sampah tidak hanya melanggar larangan berlebih-lebihan dari agama sehingga dapat mengurangi kualitas hubungan dengan Allah SWT, tetapi juga mengakibatkan dampak buruk bagi lingkungan dan dapat mengancam keberlangsungan kehidupan manusia dan seluruh makhluk di bumi.

Oleh karena itu, bagi Ali, puasa Ramadhan saat ini seharusnya menjadi momentum bersama untuk berupaya lebih serius meningkatkan kualitas berpuasa kita dengan menahan diri untuk tidak belanja berlebihan dan konsumsi berlebihan agar dapat mengurangi potensi sampah. Menurut Ali, sikap dan perilaku tersebut merupakan cermin dari akhlaq mulia yang akan mengantarkan kita mencapai tujuan akhir dari berpuasa, yaitu menjadi pribadi yang bertakwa.

Takmir Masjid Al-Muharram, Bantul, Yogyakarta, Ustaz Ananto Isworo berharap, umat Islam bijak dalam mengelola ibadah di bulan Ramadhan. Dia mengungkapkan, jangan sampai umat Islam justru berbuat dosa lingkungan saat melakukan ibadah puasa. Dia menjelaskan, peningkatan jumlah sampah di sejumlah daerah di Tanah Air saat Ramadhan merupakan bukti adaya praktik tabdzir atau mubazir dan ishraf atau melampaui batas. “Tabdzir dan Ishraf itu dekat dengan perilaku setan,”ujar Ustaz Ananto.

Menurut Ananto, ibadah puasa mendidik umat Islam untuk berlaku hemat. Untuk berbelanja pun seharusnya sesuai dengan kebutuhan. Hanya saja, begitu memasuki waktu buka pasa, banyak yang mengikuti hawa nafsu sehingga berbuat tabdzir dan ishraf. “Ini mengurangi dan merusak amal ibadah kita sertiap hari,”ujar dia.

Pionir Gerakan Sedekah Sampah ini juga mengimbau mereka yang berpuasa untuk mengurangi barang sekali pakai khususnya yang berbahan plastik termasuk gelas dan botol air minum dalam kemasan. Khususnya, ujar Ustaz Ananto, bagi takmir masjid yang menyelenggarakan buka puasa bersama.

Dia pun meminta agar para takmir mempraktikkan prinsip Memilah, Mengelola dan Memanfaatkan (3M). Takmir masjid bisa memilah kotak-kota nasi bekas buka puasa. Sisa-sisa makanan dari kotak nasi tersebut dikumpulkan untuk dijadikan makanan ternak atau diolah menjadi pupuk kompos. Sementara itu, sampah kotak nasi bisa dikumpulkan dan dijadikan dana untuk sedekah sehingga menjadi tambahan bagi filantropi berbasis masjid.

“Lapar dan haus menahan hawa nafsu tidak sekadar fisik, tapi juga menahan diri dari kemaksiatan terhadap lingkungan dan alam. . Dimohon untuk bisa berhemat. Ramadhan jadi bulan yang tidak hanya Dosa-dosa lingkungan kita selama satu tahun telah berlaku zalim,”ujar dia.

Ananto menambahkan, umat Islam juga diharapkan berlaku bijak saat memasuki lebaran atau Hari Raya Idul Fitri. Ketika menyiapkan makanan dan minuman dari para tamu yang silaturahim ke rumah, dia meminta agar bekas gelas kemasan bisa dikumpulkan dan dikelola. Hasilnya, ujar dia, bisa dijual sehingga menjadi modal untuk sedekah.”Hari Raya Idul Fitri kita bisa suci terma suk dari sampah lingkungan kita,”kata dia.

Begitupun saat memasuki Hari Raya Idul Fitri atau Lebaran. Saat itu, umat Islam menyiapkan makanan dan minuman dari para tamu yang silaturahim di rumah. "Kita mengimbau umat Islam berlaku bijak. Gelas-gelas minuman para tamu mohon bisa dikelola dikumpulkan, dijual sehingga bisa disedekahkan. Hari raya Idul Fitri bisa suci termasuk dari sampah lingkungan kita,"ujar dia.