Hutan dan Keseimbangan Alam dalam Islam

Tuhan membuat sistem keseimbangan dalam proses penciptaan  alam semesta yang sesungguhnya demi kepentingan manusia itu sendiri.

Feb 19, 2024 - 07:31
Feb 19, 2024 - 07:50
Hutan dan Keseimbangan Alam dalam Islam
Hutan (Ilustrasi)/Pixabay

Di banyak daerah di Indonesia, hutan tak lagi menjadi sesuatu yang sakral. Hutan-hutan yang dulu amat dihormati sebagai tempat yang harus dijaga ‘keperawanannya’ kini terjamah tangan-tangan manusia. Peran hutan pun perlahan bergeser dari sebagai tempat menjaga ekosistem menjadi pendukung faktor produksi. Praktik deforestasi menjadi sesuatu yang masih dilakukan hingga saat ini. 

Sejak 2001 hingga 2022, Global Forest Watch mencatat jika Indonesia kehilangan 29,4 juta hektare tutupan pohon. Pada 2020, FAO merilis jika tutupan hutan di Indonesia tinggal berjumlah 92,1 juta hektare yang berkategori hutan primer atau yang didefinisikan sebagai hutan alam basah tropis dewasa yang belum sepenuhnya ditebang dan belum tergantikan dengan jenis tutupan lahan lain dalam jangka waktu lama.

Hutan merupakan suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya. Semua organisme tersebut satu dengan lainnya tidak dapat dipisahkan. Karena itu, hilangnya hutan akan mengganggu keseimbangan alam. 

Sebagai negeri yang dihuni mayoritas umat Islam, seharusnya masyarakat Indonesia dan pemerintahnya memiliki kesadaran lebih untuk menjaga dan merawat hutan. Hal tersebut mengingat ajaran Islam lekat dengan pelestarian alam wabilkhusus hutan. Dalam Alquran, ada banyak ayat yang mengutarakan penciptaan beraneka ragam tumbuhan. Salah satunya ada pada QS Al-An’am ayat 99.

“Dialah yang menurunkan air dari langit lalu dengannya Kami menumbuhkan segala macam tumbuhan. Maka, darinya Kami mengeluarkan tanaman yang menghijau. Darinya Kami mengeluarkan butir yang bertumpuk (banyak). Dari mayang kurma (mengurai) tangkai-tangkai yang menjuntai. (Kami menumbuhkan) kebun-kebun anggur. (Kami menumbuhkan pula) zaitun dan delima yang serupa dan yang tidak serupa. Perhatikanlah buahnya pada waktu berbuah dan menjadi masak. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang beriman.”

Di sisi lain, peristiwa penebangan pohon oleh pasukan kaum Muslimin dalam pengepungan para pengkhianat dari kaum Yahudi Bani Nadhir  membuat Allah SWT menurunkan ayat yang ada dalam QS Al-Hasyr ayat 5. "Apa saja yang kamu tebang dari pohon kurma (milik orang-orang kafir) atau yang kamu biarkan (tumbuh) berdiri di atas pokoknya, maka (semua itu) adalah dengan izin Allah; dan karena Dia hendak memberikan kehinaan kepada orang-orang fasik."

Dalam menafsirkan ayat ini, Prof Quraish Shihab menjelaskan, penebangan yang dilakukan walau hanya satu pohon tidak boleh semena-mena, merugikan bahkan membahayakan. Itu sebabnya, Nabi melarang menebang pohon bahkan dalam satu peperangan kalau tidak sangat diperlukan. Rasulullah SAW berpesan agar jangan menebang pepohonan. Pepohonan adalah perlindungan bagi binatang di masa gersang. Karena itu, “Siapa yang menebang pohon bidara, Allah menjungkirbalikkan kepalanya di neraka.” (HR Abu Dawud).

Islam melarang manusia untuk merusak lingkungan bahkan mengancam para pelakunya dengan sanksi. Apa yang diajarkan demi  menjaga keseimbangan alam yang juga kerap dijelaskan secara tersurat dalam kalam-Nya.

"(Tuhan) Yang Maha Pemurah, Yang telah mengajarkan Alquran. Dia menciptakan manusia. Mengajarnya pandai berbicara. Matahari dan bulan (beredar) menurut perhitungan. Dan tumbuh-tumbuhan (tak berbatang) dan pohon-pohonan  (berbatang) kedua-duanya tunduk kepada-Nya. Dan Allah telah meninggikan langit dan Dia meletakkan neraca (keadilan). Supaya kamu jangan melampaui batas tentang neraca itu. Dan tegakkanlah timbangan itu dengan adil dan janganlah kamu mengurangi neraca itu. (QS Ar-Rahman ayat 1-9).

Quraish Shihab dalam Islam dan Lingkungan menjelaskan, ayat-ayat tersebut menyinggung tentang penciptaan dan limpahan rahmat-Nya berupa penciptaan manusia dan pengajaran-Nya terhadap mereka. Demikian matahari dan bulan yang beredar dengan amat teliti beserta sujud dan patuhnya pohon berbatang dan tumbuhan tak berbatang. Demikian keadaan langit yang ditinggikan. Semua itu diatur-Nya dengan neraca keseimbangan (mizan).

Tuhan membuat sistem keseimbangan dalam proses penciptaan  alam semesta yang sesungguhnya demi kepentingan manusia itu sendiri. Quraish Shihab mengungkapkan, keseimbangan tersebut dapat dirasakan dalam proses pernapasan manusia. Kita bisa menghirup oksigen dan mengeluarkan karbondioksida. Allah SWT menciptakan tumbuh-tumbuhan hijau yang mengasimilasi karbondioksida tersebut melalui proses fotosintesis. Lewat proses itulah oksigen dihasilkan sehingga CO dan O dalam atmosfer kembali seimbang. Baca juga: Energi Kayu Hijau, Penjelasan Fotosintesis dalam Alquran.

Sementara itu, keberagaman pohon-pohonan yang menjadi hutan akan berfungsi mencegah erosi dan banjir. Hutan pun mampu menjadi habitat satwa liar yang memiliki nilai menfaat tidak kecil. Satwa-satwa ini juga menjadi bagian dari rantai makanan dan proses pembenihan alami dari tanaman yang ada. 

Tidak heran jika Allah menyuruh kita untuk menjaga dan tidak merusak keseimbangan tersebut seperti yang tartera dalam Surah Ar-Rahman. Dalam konteks hutan,  Indonesia yang memiliki 81 miliar pohon belum cukup untuk menyerap emisi gas rumah kaca baik dari individu maupun industri, dilansir dari ESG Now. Aksi deforestasi yang diperbuat oleh tangan-tangan manusia juga menambah beban untuk menyerap emisi menjadi bertambah. 

Peringatan Tuhan agar keseimbangan alam tidak kita rusak telah dilanggar. Manusia pun menuai dampak yang sudah bisa dirasakan berupa perubahan iklim dan bencana yang dihasilkan. Sesuatu yang juga sebenarnya pernah ditanyakan malaikat saat Tuhan menciptakan manusia sebagai khalifah di muka bumi.

Artinya: “Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat, Aku hendak menjadikan khalifah di bumi. Mereka berkata, Apakah Engkau hendak menjadikan orang yang merusak dan menumpahkan darah di sana, sedangkan kami bertasbih memuji-Mu dan menyucikan nama-Mu? Dia berfirman, Sungguh, Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui.” (QS. Al-Baqarah: 30).

Malaikat yang dikaruniai Tuhan pengetahuan tentang perbuatan-perbuatan manusia  kelak bertanya kepada Allah tentang hikmah di balik pemberian amanah kepada manusia sebagai khalifah di bumi. Menariknya, kegusaran malaikat tersebut dijawab dengan kalimat “Sungguh Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui.”

Menukil dari Tafsir Ibnu Katsir, ayat ini  seakan-akan Allah bermaksud bahwa sesungguhnya, Tuhan mengetahui hal-hal yang tidak kalian ketahui menyangkut kemaslahatan yang jauh lebih kuat dalam penciptaan jenis makhluk ini daripada kerusakan-kerusakan yang disebut malaikat tersebut. Pertanyaannya, sudahkah kita menjawab kepercayaan yang diberikan Tuhan kepada kita? Wallahu a'lam. (red)