Tadabur Alam, Menjaga Amanah Tuhan di Pusat Suaka Elang Jawa
Keberadaan burung pemangsa (Raptor) dalam suatu ekosistem sangat penting karena posisinya sebagai top predator
Oleh HIDAYAT TRI, Anggota MOSAIC, Ketua Masyarakat Ekonomi Syariah (MES) Kota Bekasi
Tadabbur alam menjadi sebagai salah satu cara untuk lebih mengenal tanda-tanda kebesaran Allah SWT dengan merasakan dan hadir langsung melihat ciptaan-Nya yang indah dan mengagumkan. Ikhtiar ini dilakukan sebagai salah satu bentuk ibadah yang dapat mendekatkan diri kita kepada Sang Pencipta guna meningkatkan keimanan.
Untuk itu, tiga Ketua Masyarakat Ekonomi Syariah Kota Bekasi, Dhany Wahab, Lili Fadly dan Hidayat Tri yang merupakan Angkatan 1978 Fakultas Kehutanan UGM melakukan tadabbur alam ke Pusat Suaka Satwa Elang Jawa (PSSEJ) yang berlokasi di Taman Nasional Gunung Halimun Salak Kabupaten Bogor pada 9 Oktober 2024.
Perjalanan dimulai dari Kota Bekasi menuju Kantor Pusat Informasi Konservasi Alam (PIKA) di Jalan Pajajaran 79 Kota Bogor. Rombongan diterima langsung oleh pimpinan dan karyawan kantor PIKA dengan diberikan 3 (tiga) buah buku tentang burung, mangrove dan konservasi, sebagai pengantar untuk menuju Taman Nasional Gunung Halimun Salak. Penjelasan yang singkat dan santai ditemani dengan air mineral, teh, kopi, lontong dan lemet.
Setelah tiba di kawasan Pusat Suaka Satwa Elang Jawa (PSSEJ) Gunung Halimun Salak yang berada di Loji, Cijeruk, Kabupaten Bogor. Disambut langsung oleh Pak Wardi Septiana, S.Hut selaku Kepala Resort PSSEJ dan Kang Rahmat.
PSSEJ ini dibentuk tahun 2007, saat itu Balai Taman Nasional Gunung Halimun Salak (BTNGHS) bersama dengan 12 lembaga (pemerintah, swasta, dan LSM) bergabung dalam perkumpulan Suaka Elang untuk membangun Pusat Rehabilitasi dan Konservasi di BTNGHS. Pusat rehab ini selanjutnya dikenal dengan nama suaka elang (raptor sanctuary). Pada tahun 2015 melalui keputusan Direktur Jenderal KSDAE suaka elang ditetapkan sebagai PSSEJ dengan otoritas pengelolaan sepenuhnya di bawah BTNGHS.
Keberadaan burung pemangsa (Raptor) dalam suatu ekosistem sangat penting karena posisinya sebagai top predator dan sebagai pengendali ekosistem dalam sistem rantai makanan. Dengan demikian, bila terjadi gangguan, maka akan terganggu pula ekosistem mereka, baik secara langsung maupun tidak langsung. Informasi mengenai spesies yang ada, struktur umur, ukuran, populasi penyebaran serta data lain mengenai burung pemangsa sangat diperlukan. Karena hal tersebut dapat dijadikan indikator bagi tingkat gangguan terhadap ekosistem maupun terhadap spesies burung pemangsa itu sendiri.
Upaya penyelamatan dan pelestarian akan keberadaan jenis burung pemangsa di Indonesia telah dan sedang diupayakan oleh berbagai pihak, salah satunya Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS) yang mengelola secara langsung lembaga konservasi khusus Pusat Suaka Satwa Elang Jawa (PSSEJ). Setelah mendapat penjelasan dari Pak Budi, Wardi, Pak Rahmat, beberapa staf PSSEJ dan Siswa SMK Pandeglang yang sedang magang, tim tadabbur alam, melanjutkan dengan sosialisasi Fatwa MUI Nomor 4 tahun 2014 tentang Pelestarian Satwa Langka untuk Menjaga Keseimbangan Ekosistem.
“Kita semua harus bertanggungjawab untuk menjaga keseimbangan ekosistem sebagai cerminan hubungan yang harmonis antara manusia dengan Sang Khaliq, antar manusia, dan alam semesta, ” ujar Rahmi Hidayati, Wakil Ketua LPLH & SDA MUI Pusat.
Fatwa MUI yang ditetapkan pada 22 Januari 2014 tersebut diterbitkan sebagai ikhtiar untuk mendorong masyarakat berperan aktif dalam upaya pelestarian satwa, termasuk penanganan konflik satwa liar di daerahnya, baik secara langsung maupun secara tidak langsung.
Lebih lanjut Rahmi Hidayati menegaskan bahwa “Melestarikan alam lingkungan dan ikhtiar untuk mengembangkannya dengan kearifan lokal, sangat diperlukan untuk menjaga keseimbangan ekosistem. Kami berharap semua yang ada di sini ikut serta mensosialisasikan Fatwa MUI ini dalam rangka melindungi satwa, seperti Elang Jawa, ” ujarnya.
Sementara itu, Hidayat Tri menekankan, sejak di alam azali, manusia itu telah berjanji bahwa Allah itu Tuhan kami (alastu bi robbikum, kollu bala syahidna), maka manusia memiliki 2 (dua) Amanah sekaligus. Amanah Risalah dan Amanah Khilafah. Terkait dengan Fatwa MUI ini, maka tugas manusia di dunia meliputi; Al-Intifa’(mengambil manfaat dan mendayagunakan sebaik-baiknya). Al-I’tibar (mengambil pelajaran, memikirkan, mensyukuri, seraya menggali rahasia-rahasia di balik alam ciptaan Allah). Dan Al-Islah (memelihara dan menjaga kelestarian alam sesuai dengan maksud Sang Pencipta, yakni untuk kemaslahatan dan kemakmuran manusia, serta tetap terjaganya harmoni kehidupan alam ciptaan Allah).
Setelah acara sosilisasi Fatwa MUI ini kemudian dilanjutkan dengan kunjungan lapangan untuk melihat apa saja yang ada di areal lokasi Gunung Halimun Salak dengan melihat beberapa Kandang Konservasi.
Di kawasan PSSEJ terdapat beragam fasilitas seperti kandang rehabilitasi, kandang latih terbang, kandang display untuk melihat secara langsung aneka jenis elang, klinik rehabilitasi satwa, ruang pakan dengan sistem biosecurity, area camping ground, jembatan gantung dan visitor center. Tak ketinggalan pula kami diajak dan melihat langsung kandang display yang terdapat elang jawa, elang brontok, elang tikus dan elang ular bido.
Habitat Elang Jawa (nisaetus bartelsi) adalah ekosistem hutan hujan tropis yang selalu hijau, dari dataran rendah hingga daerah yang lebih tinggi dengan ketinggian mencapai 2.200 meter dan kadang-kadang 3.000 meter di atas permukaan laut. Umumnya lokasi yang dipilih elang jawa jauh dari aktivitas manusia.
Dengan tadabbur alam ini, kita mendapatkan pengetahuan dan pengalaman yang sangat berharga, bisa melihat dan berinteraksi langsung dengan Elang Jawa yang merupakan personifikasi dari Burung Garuda sebagai lambang negara.