Masalah Sampah: Ulama Berfatwa, Masjid yang Mengelola
Nilai-nilai yang terkandung dalam Fatwa MUI tersebut sebenarnya sudah diterapkan di beberapa masjid di Indonesia
Masalah sampah masih menjadi isu yang berstatus 'kuning' di Indonesia. Sebagai salah satu produsen sampah terbesar di dunia, bangsa ini belum sepenuhnya bisa mengelola sampah dengan baik. Berdasarkan data dari Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional (SIPSN) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), ada 13,5 juta ton timbulan sampah yang dihasilkan dari 129 kabupaten/kota di Tanah Air selama 2023.
Dari jumlah tersebut, masih ada sebanyak 4,2 juta ton sampah yang belum terkelola. Sumber muasal sampah pun mayoritas berasal dari rumah tangga (44,2 persen) dengan jenis terbanyak merupakan sampah makanan (41 persen) dan plastik (17 persen).
Dibanding data tahun 2022 yang mencatat timbulan sampah hingga 35,83 juta ton, tercatat ada penurunan signifikan. Hanya saja, jumlah sampah yang belum terkelola tampak stagnan yakni berada di angka 13,4 juta ton. Besarnya komposisi sampah yang belum terkelola sebenarnya sudah menjadi catatan para tokoh agama Islam yang tergabung dalam Majelis Ulama Indonesia (MUI). MUI pun mengeluarkan fatwa bernomor 41 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Sampah untuk Mencegah Kerusakan Lingkungan.
Komisi Fatwa MUI mengungkapkan, permasalahan sampah telah menjadi permasalahan nasional yang berdampak buruk bagi kehidupan sosial, ekonomi, kesehatan, dan lingkungan. Peningkatan pencemaran lingkungan hidup memprihatinkan, karena rendahnya kesadaran masyarakat dan kalangan industri dalam pengelolaan sampah.
Dalam fatwa itu, MUI mengingatkan jika manusia bertugas sebagai khalifah yang memakmurkan bumi termasuk melestarikan lingkungan. Hal tersebut sesuai dengan QS Al-Baqarah ayat 30. ”Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat: "Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi." Mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?" Tuhan berfirman: "Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui."
Allah SWT menegaskan bahwa alam ditundukkan untuk kemaslahatan manusia. Tuhan memerintahkan kepada kita untuk berbuat baik dan melarang berbuat kerusakan di bumi. Hanya saja, kita kerap lupa akan amanah dari Tuhan untuk menjaga alam. Padahal, semua keanekaragaman hayati yang ada di alam ini diciptakan untuk kepentingan manusia.
Sampah yang tidak dikelola menjadi salah satu sumber kerusakan yang kita perbuat. Perilaku membuang sampah plastik ke pantai tak hanya akan merusak biota laut. Dalam jangka panjang, manusia juga akan terkena dampaknya karena mengonsumsi ikan yang sudah terpapar mikroplastik. Racun yang dikonsumsi ikan pada akhirnya juga akan dimakan manusia. Begitupula sampah yang dibuang ke sungai. Tumpukan sampah akan membuat sungai semakin dangkal sehingga manusia kerap menderita banjir seperti yang kerap kita alami sekarang.
Sampah juga merupakan dampak dari perbuatan manusia yang boros dan berlebih-lebihan. Padahal, Allah SWT sudan mengingatkan: “ … Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara syaitan dan syaitan itu adalah sangat ingkar kepada Tuhannya… (QS. Al-'Isra' : 27) “… Dan janganlah kamu berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang yang berlebih-lebihan”. (QS. AlAn’am :141).
MUI mengutip hadis Resulullah SAW yang menggambarkan betapa Islam mencintai kebersihan. ”Sesungguhnya Allah Ta’ala itu baik (dan) menyukai kebaikan, bersih (dan) menyukai kebersihan, mulia (dan) menyukai kemuliaan, bagus (dan) menyukai kebagusan. Oleh sebab itu, bersihkanlah lingkunganmu”. (HR. At-Tirmidzi).
Untuk itu, organisasi yang merupakan representasi ormas-ormas Islam di Indonesia ini menetapkan empat ketentuan hukum yang berlaku pada fatwa tersebut.
1. Setiap muslim wajib menjaga kebersihan lingkungan, memanfaatkan barang-barang gunaan untuk kemaslahatan serta menghindarkan diri dari berbagai penyakit serta perbuatan tabdzir dan israf.
2. Membuang sampah sembarangan dan/atau membuang barang yang masih bisa dimanfaatkan untuk kepentingan diri maupun orang lain hukumnya haram.
3. Pemerintah dan Pengusaha wajib mengelola sampah guna menghindari kemudharatan bagi makhluk hidup.
4. Mendaur ulang sampah menjadi barang yang berguna bagi peningkatan kesejahteraan umat hukumnya wajib kifayah.
Nilai-nilai yang terkandung dalam Fatwa MUI tersebut sebenarnya sudah diterapkan di beberapa masjid di Indonesia. Gerakan Sedekah Sampah (GSS) yang dimulai di Masjid Al-Muharram, Bantul, Yogyakarta, dan Gerakan Sedekah Sampah Indonesia (Gradasi) di Masjid Baitul Makmur, Cikarang, Bekasi, membuktikan jika masalah sampah ternyata menjadi perhatian umat.
Sampah plastik yang tidak tidak terurai dikumpulkan di masjid. Sampah tersebut bahkan bisa memiliki nilai ekonomi yang berguna untuk kegiatan operasional masjid. Sementara itu, sampah dapur diolah menjadi kompos di rumah-rumah jamaah. Gerakan yang sudah diikuti puluhan masjid di Indonesia ini terus ditularkan ke masjid-masjid lain di Tanah Air.
Kontribusi para ulama dan masjid dalam isu sampah sebenarnya sesuai dengan hasil survei dari Purpose Climate Lab pada 2021. Kala itu, Purpose melakukan riset yang menunjukkan jika umat Islam sudah memiliki kesadaran yang cukup tinggi utamanya terkait bencana. Menurut survei tersebut, 91 persen responden beragama Islam percaya bahwa menjaga lingkungan adalah tugas utama manusia sebagai khalifah di muka bumi. Hasil penelitian juga menunjukkan adanya kepercayaan yang tinggi terhadap ulama dan pemuka agama sebagai pembawa pesan terkait krisis iklim.
Streering Comittee MOSAIC Rika Novayanti mengatakan, sering terjadi kesalahpahaman dari riset dan organisasi dunia yang pernah menyebut Indonesia sebagai kalangan yang apatis (climate denial) terhadap iklim. Padahal, ada konteks-konteks keimanan yang gagal ditangkap oleh berbagai periset global tersebut, misalnya konteks kebutuhan untuk mengakui kuasa Tuhan dalam setiap kejadian alam sebagai bentuk berserah diri.
Menurut dia, Muslim di Indonesia justru telah menunjukkan berbagai variasi kepedulian lingkungan dan iklim melalui berbagai kegiatan dan gerakan, mulai dari doa bersama hingga membentuk gerakan masjid hijau. Dia mengungkapkan, berbagai fatwa juga telah dikeluarkan terkait persoalan lingkungan.Bahkan, beberapa pendekatan awal terhadap masalah lingkungan seperti kebakaran hutan dan kekeringan seringkali sangat religius karena punya kepedulian terhadap sosial dan lingkungan seperti: istighosah, mujahadah, dan shalat Istisqa’.