Riset: Ekspor Pasir Laut akan Hilangkan Pendapatan Nelayan Rp 990 Miliar

Menurut Celios, penambangan pasir laut berdampak negatif terhadap lingkungan dan ekonomi para nelayan.

Oct 14, 2024 - 14:49
Riset: Ekspor Pasir Laut akan Hilangkan Pendapatan Nelayan Rp 990 Miliar

MOSAIC-INDONESIA.COM, JAKARTA  -- Kebijakan pemerintah untuk melonggarkan ekspor pasir laut dan hasil sedimentasi laut lewat Peraturan Pemerintah No.26/2023 dan Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan No 16/2024 disorot banyak kalangan. Lembaga riset yang fokus terhadap krisis iklim, Celios, merilis studi seputar dampak lingkungan akibat kebijakan ekspor pasir laut tersebut.

Menurut hasil studi Celios, Penambangan pasir laut berdampak negatif terhadap lingkungan dan ekonomi para nelayan. Aktivitas tersebut dapat menyebabkan erosi pantai, perubahan garis pantai, serta kerusakan ekosistem laut yang meliputi terumbu karang. Akibat dari kerusakan ini juga berimbas pada kehidupan masyarakat pesisir, terutama para nelayan yang bergantung pada kelestarian ekosistem laut untuk keberlangsungan mata pencaharian mereka.

Penurunan hasil tangkapan ikan dan hilangnya habitat laut dapat berdampak serius pada pendapatan nelayan dan meningkatkan pengangguran di wilayah pesisir. Pendapatan nelayan akan hilang senilai Rp 990 miliar dengan lapangan pekerjaan di sektor perikanan berkurang 36.400 orang. Pengangguran dinilai terjadi akibat model penambangan pasir laut dengan kapal isap dan pengangkutan tongkan yang padat modal bukan padat karya. 

Menurut Celios, Indonesia awalnya merupakan pemain utama dalam pasar ekspor pasir laut global. Pada tahun 2001, Indonesia menyumbang sekitar 20 persen dari total ekspor pasir laut dunia, dengan nilai mencapai lebih dari 60 juta dolar AS.  Setelah adanya kebijakan pelarangan sementara pada tahun 2003, ekspor pasir laut Indonesia mengalami penurunan drastis hingga kurang dari 10 juta dolar AS pada tahun-tahun berikutnya. 

Penurunan ini menunjukkan dampak langsung dari regulasi yang dikeluarkan untuk membatasi ekspor pasir laut, seiring dengan meningkatnya kekhawatiran tentang dampak lingkungan yang disebabkan oleh penambangan pasir laut. Setelah pelarangan sementara, ekspor pasir laut Indonesia kembali menunjukkan kenaikan pada tahun 2006, meskipun tidak mencapai tingkat yang sama seperti sebelumnya. 

Ini menandakan adanya celah dalam penerapan kebijakan atau potensi kebutuhan pasar yang membuat eksportir berusaha untuk tetap aktif meskipun ada pembatasan. Namun, kebangkitan ekspor ini tidak bertahan lama. Pada tahun 2007, pemerintah menerbitkan undang-undang yang secara resmi melarang ekspor pasir laut. 

Setelah penerapan UU ini, ekspor pasir laut Indonesia hampir berhenti total, terlihat dari angka ekspor yang sangat rendah, bahkan mendekati nol pada tahun-tahun berikutnya. Regulasi yang melarang ekspor pasir laut ini dinilai bertujuan untuk melindungi ekosistem laut dari kerusakan yang lebih besar, tetapi di sisi lain juga mempengaruhi posisi Indonesia di pasar ekspor global. 

Menurut Celios, data ini menggarisbawahi bagaimana kebijakan lingkungan yang ketat dapat berdampak langsung terhadap ekonomi sektor tertentu, dalam hal ini pasir laut. Keputusan untuk melarang ekspor pasir laut secara permanen pada tahun 2007 mencerminkan komitmen Indonesia untuk menjaga keberlanjutan lingkungan pesisir, meskipun dengan mengorbankan potensi ekonomi jangka pendek dari ekspor komoditas tersebut.

Pemerintah kemudian melonggarkan kebijakan ekspor pasir laut melalui Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2023. Kebijakan ini mengizinkan ekspor pasir laut dari hasil sedimentasi, meskipun bertentangan dengan regulasi sebelumnya yang melarang penambangan pasir laut demi melindungi ekosistem pesisir. Terbitnya Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 16 Tahun 2024 juga memperkuat kebijakan ekspor pasir laut.

Ekspor pasir laut justru berisiko menciptakan pengangguran di kawasan pesisir. Model penambangan pasir laut dengan kapal isap dan pengangkutan tongkang juga cenderung padat modal (capital intensive) bukan padat karya (labor intensive). Tidak ada korelasi ekspor pasir laut dengan pertumbuhan ekonomi yang berkualitas dan berdaya saing," ujar Direktur Eksekutif CELIOS Bhima Yudhistira.

Menurut studi Celios, dalam periode 2001 hingga 2009 (tahun terakhir ekspor pasir laut diperbolehkan), terdapat hubungan negatif antara ekspor pasir laut dengan produksi perikanan tangkap. Semakin tinggi ekspor pasir laut, ternyata produksi perikanan tangkap yang dihasilkan oleh nelayan menurun.

Kondisi ini serupa dengan berbagai penelitian yang menyebutkan aktivitas penambangan pasir laut mempengaruhi kondisi produksi perikanan. Mengutip penelitian dari Zhong (2024) dan Liu, dkk (2021) menyebutkan bahwa aktivitas penambangan pasir laut akan mengakibatkan erosi garis pantai, kerusakan habitat, dan perubahan kondisi hidrodinamik, yang pada akhirnya populasi ikan yang siap tangkap berkurang. Begitu juga dengan penelitian Wahyudi, dkk (2023) yang menyebutkan penambangan pasir laut di Indonesia menyebabkan degradasi ekologi yang signikan, termasuk penurunan produktivitas akuakultur dan hilangnya habitat penting dari perikanan.

Dampak kepada perikanan lokal juga berdampak pada kondisi sosial-ekonomi pada masyarakat pesisir. Penelitian Husrin, dkk (2016) menyebutkan bahwa aktivitas penambangan pasir laut menyebabkan produktivitas sektor perikanan lokal di desa Lontar, Kabupaten Serang, Indonesia. Penelitian lainnya dari Cruz, dkk (2023) menunjukkan penurunan stok ikan dan degradasi habitat laut akibat penambangan pasir laut mengakibatkan penurunan hasil tangkapan nelayan dan mengancam mata pencaharian masyarakat pesisir.

Celios pun memaparkan, dampak negatif perekonomian yang justru ditimbulkan akibat adanya ekspor pasir laut. Prediksi Celios, output ekonomi akan berkurang sebesar Rp1,13 triliun dengan penurunan Produk Domestik Bruto mencapai Rp1,22 triliun. Penurunan ekonomi diakibatkan oleh terganggunya produksi perikanan. Produksi perikanan berpotensi menurun hingga Rp1,8 triliun akibat adanya aktivitas penambangan pasir laut.

Sementara itu, kontribusi sektor perikanan terhadap pembentukan PDB berkisar di angka 2,5 hingga 2,7 persen. Meski di sisi lain terjadi kenaikan ekspor untuk pasir laut, namun dampak dari penurunan produksi perikanan jauh lebih besar. Dari sisi pendapatan masyarakat secara total juga mengalami penurunan dengan total sebesar Rp1,21 triliun. Hal ini menunjukkan bahwa masyarakat sekitar berisiko menanggung berbagai beban dibandingkan menerima manfaat secara ekonomi.