Gen-Z Cari Capres Pro Solusi Iklim
Selain melihat visi misi, pemilih juga harus memperhatikan rekam jejak para calon presiden dalam hal lingkungan
Kholida Annisa belum bisa melupakan peristiwa banjir besar yang melanda Barabai, Kabupaten Hulu Sungai Tengah, Kalimantan Selatan, pada 2021 lalu. Dia terjebak selama tiga hari akibat jembatan penghubung putus. Bersama enam temannya, Kholida pun menjadi relawan bencana dadakan karena banyak anak muda setempat yang sudah pergi untuk menolong kampung lain.
Dengan mata kepala sendiri, remaja berusia 25 tahun itu menyaksikan banjir luapan Sungai Barabai itu membuat banyak orang menderita. Hampir sepekan, para pengungsi harus mengantre berjam-jam untuk mendapatkan makanan. Mereka terpaksa menginap di tenda dalam udara yang dingin. Untuk makan, warga harus antre di dapur darurat. Sementara itu, mobil-mobil harus diikat jika tidak mau terbawa arus.
“Warga setempat bilang seumur-umur baru merasakan banjir. Sebelumnya tidak pernah. Informasi dari warga karena ada tambang disana,”ujar Kholida saat berbincang dengan MOSAIC beberapa waktu lalu.
Pengalaman ini membuat Kholida terenyuh. Dia pun bertekad agar kampung halamannya tidak kembali direndam banjir. Kholida yang merupakan pegiat Ikatan Pelajar Muhammadiyah (IPM) bidang lingkungan mengungkapkan, aksi penghijauan di lapangan tidak cukup. Butuh kebijakan dari pemerintah agar program pembangunan turut mengantisipasi dampak perubahan iklim.
Menurut Kholida, momentum Pemilihan Presiden 2024 yang ada di depan mata harus dimanfaatkan terutama bagi pemilih seperti dirinya. Dia menjelaskan, pemilih muda dari kalangan Generasi Z yang memiliki rentang usia 17-24 tahun harus menjadi subjek saat pemilu ke depan.”Jangan hanya lagi menjadi objek karena itu kita mencari pemimpin yang pro iklim,”jelas dia.
Komisi Pemilihan Umum (KPU) mencatat ada sekitar 204 juta daftar pemilih tetap (DPT) untuk Pemilu 2024. Sebanyak 66,8 juta (33,6 persen) berasal dari generasi milenial atau mereka yang lahir pada 1980 hingga 1994. Di samping itu, ada 46,8 juta pemilih dari Generasi Z yang lahir pada 1995-2000-an.
Besarnya jumlah pemilih Generasi Z pun dinilai memiliki daya tawar bagi para peserta pilpres. Untuk itu, Kholida menginisiasi gerakan mygreen leaders. Gerakan ini merupakan buah dari Bengkel Hijrah Iklim, sebuah program nyata yang terwujud dari aksi Kolaborasi Umat Islam untuk Dampak Iklim (MOSAIC).
Lewat inisiatif ini, Kholida menghelat pertemuan di 100 titik di berbagai daerah yang melibatkan lebih dari 2000 pelajar. Dari pertemuan-pertemuan tersebut, Kholida bersama kawan-kawannya ingin mengajukan kriteria pemimpin proiklim kepada tiga pasang calon presiden dan wakil presiden. “Teman-teman pelajar mendorong pemimpin yang pro iklim,”kata dia.
Menurut Kholida, kesadaran lingkungan Generasi Z terbilang tinggi. Hanya saja, kesadaran tersebut masih dalam tahap individu. Mereka masih belum tahu harus melakukan apa. Padahal, kebijakan pemerintah akan berpengaruh pada kerusakan lingkungan. “Anak muda itu harus melihat secara sistemik tidak hanya kultural,”kata dia.
Tiga pasangan calon presiden dan wakil presiden yang akan berlaga pada Pilpres 2024 sudah ditetapkan Komisi Pemilihan Umum (KPU). Dalam visi-misinya, meraka memang memiliki program lingkungan.
Pasangan nomor urut 1, Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar memiliki delapan misi tentang lingkungan. Selain akan menerapkan tata kelola lingkungan, pasangan yang akrab disapa Amin ini mengedepankan penggunaan energi baru terbarukan.Selain itu, pasangan ingin menekan laju kerusakan hutan, konservasi intake forest, dan reforestasi/rehabilitasi untuk memaksimalkan peran hutan sebagai carbon sink.
Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka yang menjadi pasangan nomor urut 2 akan melakukan swasembada energi untuk mengurangi ketergantungan terhadap energi fosil. Tujuannya menjadikan Indonesia sebagai raja energi hijau dunia (super power) dalam bidang energi baru terbarukan dan energi berbasis bahan baku nabati (bioenergy).
Sementara itu, pasangan nomor urut 3 yakni Ganjar Pranowo dan Mahfud MD mengusung tiga misi gerak cepat terkait lingkungan hidup, energi baru terbarukan serta keadilan ekologis. Pasangan ini pun menggaungkan program di akar rumput seperti Kampung Sadar Iklim dan desa mandiri dengan energi baru terbarukan. Pasangan ini juga mengusung ekonomi biru yang berkelanjutan
Ketua Lembaga Pemuliaan Lingkungan Hidup dan Sumber Daya Alam Majelis Ulama Indonesia (MUI) Prof Hayu Susilo Prabowo mengatakan, ada tiga isu yang harus dijadikan perhatian oleh para kandidat yakni air, pangan dan energi. Hal tersebut berangkat dari hadis Rasulullah SAW: “Manusia berserikat dalam tiga hal. Air, padang rumput dan api (HR Abu Dawud).
Menurut Hayu, tiga faktor ini berkaitan. Air berkaitan dengan pangan karena pertanian membutuhkan 70-80 persen dari seluruh konsumsi air. Makanan yang kita konsumsi pun membutuhkan lebih dari dua petiga dari total kebutuhan air.
Energi juga saling berkaitan dengan air. Sejumlah besar air dibutuhkan untuk menghasilkan energi buat penambangan dan pengolahan sumber energi. Sebaliknya, sejumlah besar energi dibutuhkan untuk mengambil, memindahkan dan mengelola air minum dan irigasi pertanian serta pengelolaan air limbah.
Demikian dengan energi dan pangan. Energi merupakan faktor penting untuk produksi, transportasi, penyimpanan, dan pengolahan pangan. Lebih dari seperempat energi yang digunakan secara global dikeluarkan untuk produksi dan pasokan pangan.
Selain itu, Hayu menekankan, rekam jejak para calon pemimpin seputar program iklim harus menjadi perhatian generasi muda. Hal tersebut menjadi faktor penting yang memperlihatkan karakter dan kemauan para kandidat untuk menjalankan program pro iklim.
Sekretaris Majelis Lingkungan Hidup Muhammadiyah Gatot Supangkat mengatakan, meski tiga kandidat sudah mengutarakan visi misi lingkungan, dia mengingatkan agar para pemilih memperhatikan rekam jejak mereka baik secara pribadi maupun pemimpin. Menurut Gatot, semua calon kontestan sudah berpengalaman dari lingkup terkecil bahkan skala besar.
Hanya saja, dia mengungkapkan, pemahaman Generasi Z mengenai isu lingkungan belum baik mengingat belum banyak pihak yang mengomunikasikan kepada mereka. Untuk itu, dia mengimbau, para aktivis lingkungan agar melakukan kampanye dengan bahasa yang dekat dengan mereka. Dengan demikian, mereka mampu memiliki kesadaran untuk memilih pemimpin yang benar-benar memiliki visi lingkungan. “Sekarang kan ada media sosial. Itu bisa dioptimalkan,”ujar dia. (red)