Apa yang Tersisa dari Gaza? Air, Udara dan Tanah yang Rusak Akibat Perang

Laporan dari lembaga manapun dinilai harus mengingatkan semua pihak yang khawatir tentang kelayakan Gaza untuk dihuni di masa depan.

Jan 18, 2025 - 06:09
Apa yang Tersisa dari Gaza? Air, Udara dan Tanah yang Rusak Akibat Perang

MOSAIC-INDONESIA.COM, JAKARTA Kampanye genosida yang dijalankan tentara Israel di jalur Gaza akan berakhir. Kesepakatan gencatan senjata yang terjadi pada Rabu (15/1/2025) yang diimplementasikan empat hari setelah kesepakatan akan menarik mundur pasukan israel dari kantong yang terkepung tersebut seiring dengan pembebasan tawanan.

Setelah 460 hari lebih Gaza dibombardir bom, bagaimana kerusakan lingkungan yang dihasilkan? Laporan Wilson Center yang dirilis pada 2024 menyatakan, kebijakan Israel terhadap Palestina, termasuk blokade Gaza, telah banyak dikritik di kalangan ilmuwan, pakar  kebijakan, dan hak asasi manusia bahkan sebelum perang. Mereka berpendapat betapa besar kerusakan lingkungan yang dihasilkan Israel terhadap Gaza. Semisal, akses ke air minum yang aman di Gaza telah berkurang secara signifikan karena serangan Israel terhadap infrastruktur vital. Sebanyak 97% air yang dapat diakses gagal memenuhi standar WHO. 

Serangan lainnya seperti penghancuran saluran pemanenan air hujan dan perataan lahan pertanian memperburuk degradasi lingkungan dan telah meningkatkan risiko banjir di Gaza. Pada COP 28 di Dubai yang terjadi hanya satu bulan setelah dimulainya perang, delegasi Palestina menekankan prioritas kehidupan manusia ketimbang memulai aksi iklim. Apa yang disampaikan tidak salah, meski  kedua tujuan tersebut tidak boleh dilihat sebagai hal yang bertentangan.

Laporan dari Conflict and Environmental Observatory (Ceobs) mengungkapkan,  pertempuran di Gaza sejak 7 Oktober telah menghancurkan kantong tersebut. Perang telah menghancurkan mata pencaharian, sumber daya alam, dan ekosistem. Penggunaan senjata peledak secara intensif telah menghasilkan lebih dari 42 juta ton puing dan menyebabkan hampir 2 juta orang mengungsi di dalam negeri.

Puing-puing ini, yang dapat terkontaminasi dengan asbes dan bahan bangunan pencemar lainnya, mungkin juga mengandung persenjataan yang belum meledak dan limbah biologis. Paparan inhalasi kronis terhadap bahan bangunan yang dihancurkan akibat penggunaan senjata peledak telah berlangsung selama berbulan-bulan. Selain itu, pengelolaan limbah padat rumah tangga telah gagal, sehingga muncul tempat pembuangan sampah informal yang menimbulkan risiko kesehatan dan lingkungan.

Peta panas Gaza yang menunjukkan intensitas kerusakan, dengan gambar sisipan berbagai bentuk kerusakan, termasuk kerusakan lahan pertanian pada infrastruktur penting dan masalah limbah padat.

Sistem air, sanitasi, dan kebersihan (WASH) di Gaza hampir runtuh total. Citra satelit menunjukkan bahwa lebih dari separuh sumur air, stasiun pompa, tangki penyimpanan, dan pabrik desalinasi di Gaza telah rusak atau hancur; tidak ada pabrik desalinasi yang beroperasi saat ini.

Pada Oktober 2024, Otoritas Air Palestina melaporkan bahwa lebih dari 85% fasilitas air dan pembuangan limbah Gaza tidak beroperasi penuh atau sebagian karena kerusakan parah pada infrastruktur penting, termasuk pabrik pengolahan air limbah, stasiun desalinasi, stasiun pompa, sumur, tangki air, dan jaringan pipa utama. Produksi air harian telah turun hingga sepertiga dari tingkat sebelum perang akibat kerusakan dan pemadaman listrik, serta pembatasan perbatasan atas bantuan kemanusiaan yang membatasi impor dari Israel.

Kerusakan ini mengakibatkan pembuangan limbah mentah ke Mediterania, dan berkontribusi pada meningkatnya krisis penyakit yang ditularkan melalui air, khususnya di kalangan anak-anak. Kontaminasi sumber daya air tanah yang terkait dengan konflik muncul dari infiltrasi polusi permukaan, serta keputusan Pasukan Pertahanan Israel (IDF) untuk memompa air laut ke jaringan terowongan di bawah Gaza. Hal ini akan semakin membahayakan akuifer Gaza, yang telah terdegradasi akibat pengambilan air secara berlebihan selama beberapa dekade, dan berkontribusi pada memburuknya kualitas dan kelangkaan air.

Di Gaza, lahan pertanian dan sumber daya telah sangat terdegradasi. Pada September 2024, UNOSAT dan FAO melaporkan bahwa 67% lahan pertanian Gaza telah rusak; ini mencakup 71,2% kebun buah dan pohon lainnya, 67,1% tanaman pangan, dan 58,5% sayuran. Sumber kerusakan meliputi jejak kendaraan berat, penghancuran dan penembakan yang disengaja. Infrastruktur pertanian Gaza juga hancur, dengan 1.188 sumur pertanian (52,5%) dan 577,9 hektar rumah kaca (44,3%) rusak.

Jam kematian iklim sudah berdetak di Gaza. Laporan dari lembaga manapun dinilai harus mengingatkan semua pihak yang khawatir tentang kelayakan Gaza untuk dihuni di masa depan. Infrastruktur sipil dapat dibangun kembali, kerusakan lingkungan, dan kerusakan kesehatan selanjutnya tidak dapat diabaikan. Misalnya, puing-puing dari pecahan bom telah menyusup ke udara di Gaza. Hal ini dapat menyebabkan komplikasi kesehatan jangka panjang, seperti peningkatan risiko kanker dan penyakit pernapasan serta memperburuk kondisi kesehatan bagi lebih dari 350.000 warga Gaza dengan kondisi kesehatan kronis.

Selain itu, emisi karbon tidak ada bandingannya: sejak bulan-bulan pertama perang. Diperkirakan, pengeboman Israel membawa lebih dari 25.000 ton bahan peledak, menghasilkan lebih dari 281.000 ton CO2 dalam enam minggu pertama perang.

Curah hujan di Gaza bahkan diproyeksikan menjadi tidak menentu dan berkurang hingga 20% pada tahun 2050. Wilayah yang padat penduduk dan miskin sumber daya ini terperangkap dalam lingkaran setan konflik dan perubahan iklim.