Hutan Wakaf Bogor Gelar Pelatihan Penghitungan Kredit Karbon
Peserta pelatihan juga belajar praktik langsung cara mengukur serapan karbon menggunakan metode analisis vegetasi sederhana
MOSAIC-INDONESIA.COM, BOGOR -- Tim dosen dari IPB University dan Yayasan Hutan Wakaf Bogor berkolaborasi dengan Karang Taruna Desa Cibunian menyelenggarakan kegiatan pengabdian masyarakat bernama Pelatihan Hutan Wakaf dan Perhitungan Karbon yang berlokasi di Hutan Wakaf Purwabakti 1, Desa Cibunian, Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor.
Pelatihan ini dilaksanakan dua sesi dengan tema yang berbeda, yaitu sosialisasi konsep dasar zakat wakaf dan manajemen hutan wakaf pada 7 September 2024 dan pelatihan perhitungan karbon dan penggunaan aplikasi hutan wakaf pada 28 September 2024.
Kegiatan pengabdian masyarakat ini berhasil mendapatkan pendanaan melalui skema BIMA Pemberdayaan Kemitraan Masyarakat oleh Direktur Riset, Teknologi, dan Pengabdian Kepada Masyarakat, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi tahun 2024.
Ketua pelaksana kegiatan, Khalifah Muhamad Ali, mengatakan bahwa kegiatan ini dapat meningkatkan kapasitas masyarakat dalam menjaga lingkungan dan memanfaatkan potensi desa secara optimal melalui hutan wakaf. Ia juga menyampaikan, kegiatan ini bertujuan untuk meningkatkan pemahaman masyarakat tentang konsep zakat dan wakaf, hutan wakaf, mekanisme perhitungan karbon, serta potensi ekonomi yang dapat dihasilkan. “Hutan wakaf memiliki potensi untuk turut berkontribusi dalam perdagangan karbon yang berpotensi memberikan dampak ekonomis ke masyarakat sekitar Desa Cibunian,” kata dia lewat keterangan tertulis beberapa waktu lalu.
Rangkaian kegiatan pelatihan ini meliputi pelaksanaan pre-test dan post-test, pemaparan materi yang disampaikan oleh tim dosen, uji coba pengukuran kandungan karbon pohon di hutan wakaf. Dalam pelatihan ini juga melakukan uji coba langsung aplikasi Hutan Wakaf berbasis website yang dibuat oleh Yayasan Hutan Wakaf Bogor untuk mempermudah anggota karang taruna yang akan berperan sebagai surveyor dalam melakukan pencatatan data-data aset hutan wakaf.
Pada sesi pertama pelatihan, kegiatan ini berisi pemaparan materi terkait konsep dasar zakat wakaf dan manajemen hutan wakaf yang disampaikan oleh Khalifah Muhamad Ali. Pemaparan materi dilanjutkan di sesi kedua terkait perhitungan karbon yang disampaikan oleh Muhammad Alam Firmansyah dan materi penggunaan aplikasi hutan wakaf oleh Nur Hasanah.
Pada sesi kedua, peserta pelatihan juga belajar praktik langsung cara mengukur serapan karbon menggunakan metode analisis vegetasi sederhana, seperti pengukuran diameter dan tinggi pohon. Analisis vegetasi ini dilakukan dengan bantuan aplikasi Trees dan Ms. Excel untuk perhitungan serapan karbon sehingga didapatkan hasil perhitungan yang lebih akurat. Kemudian, peserta pelatihan memasukkan hasil data yang didapatkan ke aplikasi Hutan Wakaf.
Selain peserta memahami cara menghitung karbon, mereka juga dibekali informasi tentang potensi ekonomi dari penjualan karbon. Permintaan global terhadap kredit karbon meningkat seiring dengan inisiatif keberlanjutan dari perusahaan dan negara-negara di seluruh dunia. Oleh karena itu, serapan karbon dari hutan wakaf di Desa Cibunian dan sekitarnya berpotensi untuk dijual sebagai kredit karbon sehingga membuka peluang pemasukan tambahan bagi masyarakat lokal. Ini adalah langkah inovatif yang menggabungkan pelestarian lingkungan dengan pengembangan ekonomi masyarakat sekitar hutan.
Selain meningkatkan literasi lingkungan masyarakat, pelatihan ini juga memperkenalkan mereka pada sumber daya ekonomi baru yang berkelanjutan. Dengan demikian, hutan wakaf tidak hanya berfungsi sebagai penjaga ekosistem, tetapi juga sebagai alat pemberdayaan ekonomi bagi komunitas setempat melalui pasar karbon internasional.
Peluang hutan wakaf
Executive Vice President Business Development Bursa Efek Indonesia (BEI) Ignatius Denny Wicaksono mengatakan, bursa karbon merupakan upaya mitigasi yang dilakukan perusahaan guna menurunkan emisi di dunia. Menurut dia, program wakaf hutan pun memiliki tujuan pengurangan emisi sesuai dengan Net Zero 2060.”Dari wakaf hutan, ingin tahan laju kredit dengan karbon kredit emisi dengan hutan itu. Jadi saya lihat ini hal menarik, kalau bisa diteruskan menjadi karbon kredit," ujar dia beberapa waktu lalu.
Ia melanjutkan, jika hutan tersebut bisa menghasilkan karbon kredit, maka manfaat atau nilai wakaf bisa diberikan kembali ke penerima manfaat. Apalagi, penetapan harga atau pricing dari kredit karbon hutan menarik bagi pembeli."Pricing dari karbon kredit menarik. Pembeli melihat quality arbsorb (menyerap) emisi lebih tinggi. Lalu ada additional benefit, mendukung lingkungan di sekitarnya, sosial aspek wakaf bantu sosial, jadi wakaf hutan sangat potensial," jelas Denny.
Denny menjelaskan, perusahaan besar kerap mencari kredit karbon yang premium. Salah satu kualifikasinya yakni kredit karbon yang lebih menyerap emisi ketimbang mengurangi. “Misalkan yang sudah terbit dari PLN. Mereka punya Pembangkit Listrik Tenaga Gas. Ini kan gas mengemisi tapi kok dapat karbon kredit? Karena kalau dibanding dengan batubara tentunya lebih rendah,”ujar dia.
Menurut dia, hutan menjadi kredit karbon yang dicari perusahaan besar mengingat penyerapan emisinya yang tidak kecil. Perusahaan-perusahaan tersebut juga melihat manfaat tambahan dari hutan tersebut seperti biodiversity. Dengan demikian, keberadaan hutan tersebut bisa lebih membantu kehidupan satwa. Manfaat lainnya yakni adanya manfaat sosial dari pengelolaan hutan tersebut. “Wakaf ini kan sudan pasti ada manfaat sosialnya,”jelas dia.
Untuk itu, Denny mengatakan, hutan wakaf sebenarnya bisa masuk ke dalam kategori kredit karbon yang premium. “Hutan ini bisa diterbitkan kredit karbon masuk dalam kategori karbon kredit yang premium. Karena itu saya sangat curious untuk menunggu wakaf hutan ini bisa menerbitkan karbon tradingnya supaya kita nanti bisa ke pasar internasional,”ujar dia.
Denny menjelaskan, untuk menjustifikasi bahwa unit karbon itu sesuai dan diukur dengan matang ada di lingkup Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Ada empat lembaga validasi atau verifikasi (LVV) yakni Succofindo, Mutu Agung Lestari, TUV Nord Indonesia dan TUV Rheinland Indonesia yang sudah ditunjuk KLHK. Setelah mendapatkan verifikasi, pengelola bisa mendaftarkan ke BEI dengan dokumen lembaga dan NPWP. “Kredit karbonnya diperjualbelikan disitu,”ujar dia.