Menag Siap Tindaklanjuti Deklarasi Istiqlal 2024

Deklarasi Istiqlal 2024 yang disaksikan Imam Besar Istiqlal dan Paus Fransiskus tercetus karena krisis dehumanisasi dan perubahan iklim.

Oct 30, 2024 - 10:56
Oct 30, 2024 - 13:26
Menag Siap Tindaklanjuti Deklarasi Istiqlal 2024
Menteri Agama Prof KH Nasaruddin Umar bertemu dengan Ketua Dewan Ekonomi Nasional Luhut Binsar Pandjaitan di kantor Kemenag, Jakarta, Selasa (29/10/2024).

MOSAIC-INDONESIA.COM, JAKARTA — Menteri Agama  Prof KH Nasaruddin Umar menerima kunjungan Ketua Dewan Ekonomi Nasional Luhut Binsar Panjaitan dan Utusan Khusus Presiden Maria Elka Pangestu di Kantor Kementerian Agama, Jakarta, Selasa (29/10/2024). Turut hadir dalam pertemuan tersebut, Dirjen Bimbingan Masyarakat Islam Kamaruddin Amin, Dirjen Bimbingan Masyarakat Katolik Suparman, serta Dirjen Pendidikan Islam Abu Rokhmad.

Selain berdiskusi tentang peran agama dalam keberlangsungan alam dan lingkungan, mereka mengulas tindak lanjut penandatangan Deklarasi Istiqlal 2024 yang dilakukan saat kunjungan Paus Fransiskus ke Indonesia pada September 2024. “Kedatangan beliau (Luhut Binsar – red) untuk membicarakan tindak lanjut penandatanganan deklarasi antara Paus Fransiskus dengan Imam Besar Masjid Istiqlal yang ternyata mendapatkan perhatian dunia internasional,” tutur Nasaruddin yang juga menjabat sebagai Imam Besar Istiqlal lewat keterangan tertulis. 

Seperti diketahui, Deklarasi Istiqlal 2024 tercetus karena adanya dua krisis yang dihadapi masyarakat global dalam beberapa dekade terakhir, yaitu dehumanisasi dan perubahan iklim. Menag berharap, deklarasi tersebut bisa menjadi pintu masuk perhelatan sebuah gagasan besar dalam sebuah acara internasional yang akan digelar di Bali dalam waktu dekat. 

“Insya Allah dalam waktu dekat ini kami akan menyusun proposalnya, diharapkan Presiden akan membuka acara itu. Kami menugaskan Pak Dirjen Bimas Islam dan Dirjen Bimas Katolik untuk menyusun rangkaian acaranya,” tutur Menag. "Paus akan bergabung juga secara zooming di Bali dan kita berharap pemimpin negara-negara lain akan juga meramaikan deklarasi nanti di Bali,”ujar dia.

Menag berharap, acara tersebut juga akan melibatkan banyak pihak, seperti DPR, Non Government Organization (NGO), maupun pemimpin-pemimpin agama. Menurut Menag ini menjadi hal yang sangat penting, karena semua agama pada dasarnya mengajarkan bagaimana menjaga alam dan lingkungan.

“Bayangkan kalau semuanya ini terlibat dan menggalang hubungan secara internasional untuk menyelamatkan alam, maka itu kita berharap banyak bahwa kerusakan alam ini bisa dicegah ya,” kata Menag.“Nah ini kita akan mulai di Indonesia dan kita berharap nanti akan di-support oleh dunia internasional,”ujar dia.

Deklarasi Istiqlal 2024

Pada kunjungan apostoliknya ke Indonesia pada 3-6 September 2024, Paus Fransiskus di Masjid Istiqlal, menyoroti betapa Indonesia sebagai negara dengan tambang emas terbesar di dunia. Paus berkewarganegaraan Argentina itu menyampaikan petuahnya tersebut di hadapan berbagai pejabat negara dan tokoh agama yang hadir di Masjid Istiqlal. "Indonesia adalah negara besar, mosaik budaya, suku bangsa, adat istiadat, keberagaman yang sangat kaya, yang tercermin pula dalam keanekaragaman ekosistem dan lingkungan sekitarnya," kata Paus.

"Jika benar kalian adalah tuan rumah tambang emas terbesar di dunia, ketahuilah bahwa harta yang paling berharga adalah kemauan agar perbedaan tidak menjadi alasan untuk bertikai, tetapi diselaraskan dalam kerukunan dan rasa saling menghormati," tambah dia. 

Tidak hanya itu, Paus menyaksikan Deklarasi Istiqlal 2024 yang bertajuk Meneguhkan Kerukunan Umat Bergama untuk Kemanusiaan. Deklarasi itu dibacakan para tokoh dari enam agama resmi yang diakui di Indonesia. Fokus pada deklarasi tersebut yakni pada dua krisis serius yakni dehumanisasi dan perubahan iklim.

Deklarasi tersebut mengungkap, fenomena global dehumanisasi ditandai terutama dengan meluasnya kekerasan dan konflik, yang seringkali membawa jumlah korban yang mengkhawatirkan. Poin berikutnya, menyoroti eksploitasi manusia atas ciptaan.  Bumi sebagai rumah bersama dinilai telah berkontribusi terhadap perubahan iklim yang menimbulkan berbagai konsekuensi destruktif seperti bencana alam, pemanasan global, dan pola cuaca yang tidak dapat diprediksi.

Krisis lingkungan yang sedang berlangsung ini pun dinilai telah menjadi hambatan bagi kehidupan bersama yang harmonis diantara masyarakat. Untuk itu, para pemimpin agama yang hadir memberikan empat seruan  yang dicantumkan dalam deklarasi tersebut.

Pertamanilai-nilai yang dianut oleh tradisi agama-agama kita harus dimajukan secara efektif untuk mengalahkan budaya kekerasan dan ketidakpedulian yang berada di dunia kita.

Sejatinya, nilai-nilai agama harus diarahkan untuk meningkatkan budaya hormat, martabat, bela rasa, rekonsiliasi, dan solidaritas persaudaraan untuk mengatasi dehumanisasi dan perusahaan lingkungan.

Dua, para pemimpin agama khususnya, terinspirasi oleh narasi dan tradisi rohani masing-masing, harus bekerjasama dalam menanggapi krisis-krisis tersebut di atas mengidentifikasi penyebabnya, dan mengambil tindakan yang tepat.

Tiga, oleh karena terdapat satu keluarga umat manusia di seluruh dunia, dialog antarumat beragama harus diakui sebagai sebuah sarana yang efektif untuk menyelesaikan konflik-konflik lokal, regional, dan internasional, terutama konflik-konflik yang dipicu oleh penyalahgunaan agama.

Selain itu, keyakinan dan ritual-ritual agama kita memiliki kapasitas khusus untuk menyentuh hati manusia dengan demikian menumbuhkan rasa hormat yang lebih dalam terhadap martabat manusia.

Empat, menyadari bahwa lingkungan hidup yang sehat, damai dan harmonis sangat penting menjadi hamba Allah dan pemelihara ciptaan yang sejati.

Kongres Umat Islam

Rekam jejak Masjid Istiqlal sebagai penggerak iklim sudah dimulai sejak lama. Selain dikenal sebagai masjid pertama di dunia yang mendapatkan sertifikat Green Building Excellence in Design for Greater Efficiencies (EDGE), dari International Finance Corporation (IFC), Istiqlal sempat menjadi tuan rumah Kongres Umat Islam untuk Indonesia Lestari pada 2022 lalu. 

Sejumlah kolaborator yang terdiri dari Majelis Ulama Indonesia (MUI), Majelis Lingkungan Hidup (MLH) PP Muhammadiyah, Lembaga Penanggulangan Bencana dan Perubahan Iklim (LPBI) Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), Republika, Departemen Politik dan Pemerintahan (DPP) Universitas Gadjah Mada (UGM), dan Istiqlal Global Fund (IGF) bertemu dalam kongres yang dihadiri oleh Wakil Presiden ke-13 RI KH Ma'ruf Amin dan Imam Besar Masjid Istiqlal Prof KH Nasaruddin Umar. 

Dalam pertemuan tersebut, Kongres Umat Islam menghasilkan tujuh risalah yakni:

1.Perubahan iklim global telah lama berlangsung. Krisis yang ditimbulkannya pun nyata terjadi. Tetapi hal itu masih belum dipahami dan disikapi dengan optimal oleh umat Islam. Oleh karena itu, diperlukan komunikasi yang strategis dan sejalan dengan pemahaman dan kepentingan umat melalui berbagai kajian keislaman.

2.Pemuka agama Islam dan tokoh Muslim harus mengambil peran terdepan dalam upaya pendalaman substansi kajian keislaman, komunikasi dan edukasi kepada umat. Tujuannya adalah untuk menegaskan irisan antara krisis iklim dengan iman dan keagamaan secara konsisten.

3.Perubahan iklim telah berdampak terhadap seluruh sektor kehidupan masyarakat, sehingga memerlukan solusi berdasarkan nilai-nilai Islam, berakar pada kearifan lokal dan dilakukan secara sistematis, sesuai dengan kebutuhan dan konteks lokal.

4.Diperlukan kolaborasi yang kuat antar umat Islam untuk melakukan inisiatif serta mendukung kebijakan nyata yang bertujuan mengatasi perubahan iklim, melalui kemitraan bersama pemerintah dan sektor lain.

5.Kelompok rentan seperti anak muda dan perempuan harus didorong untuk memainkan peran kepemimpinan dalam mengelola dan mengorganisasikan solusi perubahan iklim.

6.Dalam upaya mitigasi dan adaptasi perubahan iklim, harus dilakukan pendayagunaan pembiayaan syariah dan dana sosial keagamaan lainnya (misalnya infaq, shodaqoh, dan wakaf).

7.Institusi keagamaan Islam, mulai dari masjid hingga lembaga pendidikan Islam (termasuk pondok pesantren), harus mengembangkan wawasan dan perilaku ramah lingkungan dan menyediakan ruang-ruang strategis untuk mengembangkan kajian, inisiatif, implementasi, dan inovasi bagi umat Islam agar terlibat aktif dalam aksi perubahan iklim. 

Para kolaborator kemudian berembuk dan menghasilkan kesepakatan untuk membentuk sebuah wadah yang dikenal dengan sebutan Muslim Shared Actions on Climate Impact (MOSAIC). Beberapa program yang digulirkan MOSAIC yakni Sedekah Energi, Wakaf Hutan, Bengkel Hijrah Iklim hingga Pilah-Pilih.