Jadikan Ramadhan Bulan Transisi Energi

Acara ini fokus pada peningkatan kesadaran masyarakat tentang pentingnya energi bersih dalam perspektif Islam.

Feb 20, 2025 - 09:37
Jadikan Ramadhan Bulan Transisi Energi

MOSAIC-INDONESIA.COM,JAKARTA -- Tak lama lagi, umat Islam di berbagai belahan penjuru bumi akan menyambut bulan suci Ramadhan 1446 H. Bulan dimana Muslim diwajibkan untuk menjalankan ibadah puasa ini menjadi momentum yang tepat untuk menginternalisasi nilai-nilai Islam dalam kehidupan sehari-hari, tak sebatas ritual peribadatan tetapi juga bermuamalah. 

Salah satu permasalahan penting yang kerap menjadi sorotan dalam konteks perubahan iklim saat ini yakni energi. Nilai-nilai Ramadhan yang memiliki esensi untuk menahan hawa nafsu senada dengan efisiensi dan transisi menuju sumber energi terbarukan yang sudah amat mendesak untuk dilakukan. 

Untuk itu, Suara Muhammadiyah, Greenfaith Indonesia, MOSAIC, 1000Cahaya, dan Majelis Lingkungan Hidup PP Muhammadiyah, melaksanakan diskusi bertajuk ‘Cahaya Ramadan: Menjalani Ibadah Energi dengan Energi Berkelanjutan’ di Jakarta, Rabu (19/3/2025).

Acara ini fokus pada peningkatan kesadaran masyarakat tentang pentingnya energi bersih dalam perspektif Islam, serta mendorong praktik ibadah Ramadan yang lebih ramah lingkungan. Wakil Ketua Majelis Lingkungan Hidup PP Muhammadiyah dan Direktur Eksekutif Muhammadiyah Climate Center, Agus S. Djamil, menyatakan pentingnya kemandirian energi.

"Saya merasa bahagia karena transisi energi kini menjadi isu yang diperbincangkan tidak hanya dalam lingkup akademik, tetapi juga dalam konteks agama. Kita perlu segera mewujudkan kemandirian energi, mengingat saat ini sebagian besar energi kita masih bergantung pada impor. Padahal Indonesia dianugerahi Tuhan dengan kekayaan energi, mulai energi air, panas bumi, laut, matahari, hingga angin".

Agus juga menekankan pentingnya mewujudkan kemandirian energi menggunakan sumber energi terbarukan yang melimpah. Beberapa contoh yang disebutkan adalah memanfaatkan sungai untuk pembangkit listrik tenaga air (PLTA), serta potensi panas bumi dan energi laut. Ia menambahkan bahwa sumber energi berkelanjutan juga harus mempertimbangkan biaya Levelized Cost of Electricity (LCOE) yang rendah dan pengembalian investasi energi yang optimal.

Acara ini juga menjadi ajang sosialisasi buku Fikih Transisi Energi Berkeadilan, yang telah melalui proses penulisan inklusif dari tahap diskusi hingga penulisan, melibatkan masyarakat yang terdampak. Buku ini diharapkan dapat menjadi landasan kerja bersama umat Islam dalam mendukung ambisi transisi energi Indonesia.

Qaem Aulassyahied dari Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah, yang juga salah satu penulis buku tersebut, menekankan adanya disparitas ekonomi dalam energi. Sehingga penggunaan dan pemanfaatan sumber daya menjadi tidak seimbang. Menurutnya, salah satu persoalan penting adalah kepemilikan dan bagaimana kita mengatur penggunaannya untuk kesejahteraan bersama. “Keserakahan dan kejahatan struktural dapat merusak sistem perekonomian, termasuk energi. Maka wujud konservasi energi yang bisa kita lakukan yaitu melakukan penghematan energi dan mengupayakan pencarian energi alternatif,” ungkap Qaem.

Diskusi ini juga membahas berbagai upaya dalam meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pemanfaatan energi yang lebih bijak di tingkat rumah tangga melalui praktik penghematan energi sehari-hari. Salah satunya dari pihak pemerintah.

Eko Sudarmawan, Pokja Bimbingan Teknis Konservasi Energi dari Dirjen EBTKE, Kementerian ESDM, menjelaskan, “Kami telah meluncurkan berbagai program untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya penghematan energi. Di salah satu area di Jakarta, kami berhasil mendorong pengurangan tagihan listrik di hingga 75% rumah tangga dalam waktu tiga bulan saja, melalui langkah-langkah sederhana yang dapat diterapkan sehari-hari.”

Eko lebih lanjut menjelaskan rata-rata di rumah tangga, penggunaan AC menyumbang 50-60% konsumsi listrik. Selain itu, dengan tata pencahayaan yang lebih banyak memanfaatkan cahaya matahari di siang hari, masyarakat dapat mengurangi tagihan listrik hingga 15%. Penggunaan lampu LED juga direkomendasikan sebagai alternatif yang lebih hemat energi.

Hening Parlan, Koordinator Nasional Greenfaith Indonesia, menambahkan bahwa bulan Ramadan adalah waktu yang penuh berkah dan introspeksi. “Jika kita tidak bijak dalam mengelola energi, kita justru memperbanyak pemborosan. Saya mengajak semua untuk 'puasa energi'—di rumah dan di masjid. Mari kita matikan lampu saat tidak digunakan, terutama saat kita beribadah, untuk mengurangi konsumsi energi.”

"Kami berharap buku fikih transisi energi berkeadilan dan acara ini dapat menginspirasi umat Islam untuk menjadikan energi terbarukan sebagai bagian dari keseharian, khususnya dalam menyambut Bulan Suci Ramadan”, ujar Aldy Permana dari Muslims for Shared Action on Climate Impact (MOSAIC) Indonesia.