MUI Haramkan Deforestasi dan Pengerusakan Alam
MUI menetapkan agar semua pihak wajib turut berkontribusi dalam upaya mitigasi dan adaptasi terhadap perubahan iklim yang lebih baik.
Majelis Ulama Indonesia (MUI) merilis fatwa tentang Hukum Pengendalian Perubahan Iklim Global pada Jumat (23/2/2024). Fatwa MUI bernomor 86 Tahun 2023 tersebut menetapkan jika segala tindakan yang dapat menyebabkan kerusakan alam dan berdampak pada krisis iklim hukumnya haram (terlarang). Tidak hanya itu, MUI juga menetapkan, deforestasi yang tidak terkendali dan pembakaran hutan yang merusak ekosistem alam sehingga menyebabkan pelepasan besar- besaran gas rumah kaca, serta mengurangi kemampuan bumi untuk menyerap dan menyimpan karbon hukumnya haram.
Untuk itu, MUI menetapkan agar semua pihak wajib turut berkontribusi dalam upaya mitigasi dan adaptasi terhadap perubahan iklim yang lebih baik. MUI juga menetapkan kewajiban terhadap pengurangan jejak karbon yang bukan kebutuhan pokok. Menurut MUI, upaya transisi energi yang berkeadilan juga wajib dilakukan.
Dalam pertimbangan fatwa yang ditetapkan di Jakarta pada 10 November 2023 itu, MUI mengungkapkan, umat manusia dewasa ini menghadapi bencana akibat perubahan iklim global. Pengendalian bencana tersebut memerlukan kolaborasi dan partisipasi tiap individu masyarakat bumi. Manusia diciptakan oleh Allah SWT menjadi khalifah di bumi mengemban amanah dan bertanggung jawab untuk memelihara dan memakmurkan bumi dan seisinya sebagai refleksi Islam yang rahmatan Iii 'alamin.
MUI juga mengungkap, krisis iklim berakar pada keterkaitan faktor ekonomi, sosial, politik dan budaya, serta sistem kepercayaan, sikap dan persepsi sosial, nilai, etika dan penegakan hukum. Kesemua faktor tersebut memegang peran kunci untuk mengubah sistem ekonomi, sosial dan politik yang tidak berkelanjutan. Oleh karena itu, MUI memandang manusia wajib melakukan mitigasi dan adaptasi terhadap perubahan iklim agar tidak menimbulkan kerusakan.
Beberapa ayat Alquran, hadis dan pendapat ulama yang kerap berbicara tentang alam dan larangan terhadap manusia untuk merusaknya menjadi dalil-dalil MUI dalam menetapkan fatwa tersebut. Diantaranya, "Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar)". (QS. ar-Rum: 41)
Ayat lainnya yakni: “Dan janganlah kamu mengadakan kerusakan di muka bumi, sesudah (Allah) memperbaikinya dan berdo'alah kepada-Nya dengan rasa takut (tidak akan diterima) dan harapan (akan dikabulkan). Sesungguhnya rahmat Allah amat dekat kepada orang-orang yang berbuat baik". (Q.S. al-A'raf: 56)
Sementara itu, MUI menukil hadis yang bersumber dari Sa'id bin Zaid berkata, "aku mendengar Rasulullah SAW bersabda: 'Siapa yang melakukan suatu kezaliman pada bumi meski hanya sejengkal, maka sesungguhnya ia akan dikalungkan dengan tujuh lapis bumi" (H.R. Ahmad)
Dalam fatwa ini, MUI Pusat juga menyampaikan rekomendasi kepada pemerintah pusat, pemerintah daerah, legislatif, lembaga pendidikan, pengusaha, para tokoh agama, dan kepada masyarakat luas. Kepada pemerintah pusat, MUI mendorong agar melakukan segala upaya untuk mencapai target penanggulangan perubahan iklim yang telah disepakati secara nasional dan internasional, serta merumuskan peta jalan ekonomi hijau yang berkeadilan.
"Bersama pengusaha harus melakukan langkah-langkah yang dapat mengurangi dan/atau menghentikan laju perubahan Iklim,"kutip fatwa yang ditandatangani Ketua Komisi Fatwa MUI KH Junaidi dan Sekretaris Komisi Fatwa MUI Miftahul Huda.
Selain itu, MUI merekomendasikan kepada pemerintah pusat untuk melakukan perbaikan-perbaikan atas ketentuan emisi dan gas buang lainnya, baik dalam segi peraturan dan kegiatan, serta harus melakukan upaya-upaya peningkatan kapasitas dan pemberdayaan masyarakat dalam beradaptasi terhadap perubahan iklim. "Dalam memberikan izin terhadap hasil gas buang dalam kegiatan produksi, harus mencegah dan memperhatikan dampak kepada masyarakat sekitar terdampak polusi dan standar pembuangan gas buang," kata Miftahul Huda.
MUI juga merekomendasikan kepada pemerintah pusat untuk melakukan percepatan dalam pembentukan regulasi berkaitan secara langsung dengan perubahan iklim dan wajib mempertimbangkan faktor perubahan iklim dalam setiap produk hukum dan/atau kebijakan yang ditetapkan. "Harus memperhatikan dampak lingkungan dan Iklim dalam menerima investasi."
Selain itu, pemerintah didorong untuk melakukan pembinaan secara rutin kepada aparatur negara yang memiliki tanggung jawab terhadap pengawasan lingkungan, serta harus mencanangkan program strategis nasional transisi energi dari energi fosil ke energi terbarukan yang ramah lingkungan dan berkeadilan. Pemerintah juga diminta mengalokasikan pendanaan yang cukup untuk implementasi aksi mitigasi dan adaptasi perubahan iklim.
Ketua Lembaga Pemuliaan Lingkungan Hidup dan Sumber Daya Alam MUI Dr Hayu Susilo Prabowo mengatakan penyebab perubahan iklim dan pemanasan global terdiri dari berbagai faktor. Hal tersebut membuat cuaca ekstrem dengan terjadinya musim kemarau berkepanjangan, curah hujan serta kenaikan permukaan air laut yang menyebabkan kenaikan bencana hidrometeorologi serta kegagalan pertanian serta bidang perikanan.
Hayu yang turut menginisiasi fatwa ini mengatakan, untuk mengendalikan perubahan iklim tersebut diperlukan usaha kolaboratif dari berbagai pihak baik dari pemerintah dan masyarakat secara umum. Dari pandangan itu muncul berbagai pertanyaan dari masyarakat dan pemerhati lingkungan hidup terkait peningkatan kesadaran masyarakat dan dunia usaha tentang pentingnya mengurangi emisi gas rumah kaca melalui pengurangan penggunaan energi fosil, pengelolaan hutan tropis dan pengurangan limbah, penggunaan energi terbarukan, serta mendukung upaya pemerintah dalam pelaksanaan energi transisi yang berkeadilan.