Membangun (Kembali) Energi Terbarukan untuk Gaza

Gaza diprediksi sempat menjadi lokasi dengan panel surya terpadat di dunia.

Nov 16, 2025 - 09:11
Membangun (Kembali) Energi Terbarukan untuk Gaza
Solar Panel di Gaza (UNRWA)

MOSAIC-INDONESIA.COM; Sudah lebih dari dua tahun warga Gaza tidak menikmati listrik. Penjajah Israel telah memotong akses energi  yang tidak hanya menghidupi rumah,  penyaluran air bersih, fasilitas produksi seperti pabrik roti, tetapi juga fasilitas medis seperti klinik dan rumah sakit. 

Gaza sebenarnya sempat bertahan dengan infrastruktur energi surya yang sudah terpasang sebelum genosida terjadi. Energi terbarukan tersebut dibangun oleh lembaga internasional bahkan aktivis lokal. Laporan yang diterbitkan CSIS bahkan memprediksi Gaza sempat mempunyai kepadatan sistem panel surya tertinggi di dunia. Listrik ini menyediakan daya yang lebih andal bagi Gaza karena tidak terpengaruh dengan politisasi ekspor bahan bakar dan energi dari Israel. 

Genosida Israel telah memakan korban. Israel berdalih bahwa listrik dapat dialihkan dari keperluan sipil ke militer, dan telah menghancurkan sebagian besar infrastruktur tenaga surya Gaza yang sedang berkembang pesat selama perang yang sedang berlangsung. Meski demikian, tenaga surya sempat menjadi penyelamat bagi warga Gaza ketika semua infrastruktur listrik lainnya gagal. Gaza menunjukkan potensi tenaga surya di lingkungan yang terdampak konflik sekaligus keterbatasannya.

Tenaga surya menghidupi Gaza

Serangan berkala Israel sebelum genosida kerap merusak infrastruktur listrik di Gaza. Dalam kondisi normal, permintaan listrik jauh melebihi pasokan. Jutaan warga Gaza dilaporkan hanya menerima listrik dari jaringan listrik selama enam hingga delapan jam per hari.

Karena kekurangan yang terus-menerus, warga Gaza berinovasi dengan berbagai metode pembangkitan dan distribusi listrik. Sistem informal ini menyediakan sisa 25 persen pasokan listrik.  CSIS mencatat, sebuah survei internal baru-baru ini oleh sebuah organisasi kemanusiaan internasional mengidentifikasi 23 pengaturan teknis sistem kelistrikan yang berbeda yang beroperasi di luar jaringan (baik sepenuhnya di luar jaringan maupun hibrida).

Sistem ini mencakup generator kecil dan sistem surya. Memiliki 320 hari cerah dalam setahun dan banyak bangunan beratap datar membuat Gaza terbilang ideal untuk panel surya atap. Meski penjajah membatasi impor panel surya secara berkala,  penggunaan panel surya meningkat drastis.

Di tingkat rumah tangga, warga Gaza yang mampu membeli panel surya dengan cepat membelinya. Jumlah instalasi panel surya di Gaza tumbuh secara eksponensial dari 12 pada tahun 2012 menjadi 8.760 pada 2019, menurut sebuah studi pada 2021. Analisis CSIS terhadap citra satelit dari Mei 2022 menemukan setidaknya 655 sistem surya atap di area sampel satu mil persegi kota Gaza, kemungkinan mewakili kepadatan panel surya atap tertinggi di dunia. 

Sulit memprediksi berapa jumlah total sistem surya atap di Jalur Gaza sebelum perang. Meski demikian, analisis awal memprediksi sekarang ada lebih dari 12.400 sistem surya atap di Jalur Gaza. Klasifikasi penggunaan lahan yang dilakukan oleh He Yin di Kent State University menunjukkan bahwa pada 2023, Jalur Gaza memiliki luas 140 mil persegi dimana 38 mil persegi diantaranya telah dikembangkan.

Sekalipun area sampel yang diteliti memiliki jumlah sistem surya atap dua kali lipat dari rata-rata lahan terbangun di Jalur Gaza, CSIS memperkirakan totalnya akan mencapai sekitar 12.445 sistem. Seorang insinyur listrik dari sebuah bisnis panel surya di Gaza membenarkan tingginya penggunaan tenaga surya di Gaza. Dia memperkirakan setidaknya sepertiga Gaza dan lebih dari 50 persen bisnisnya menggunakan panel surya pada Maret 2023.

Selain itu, donor internasional telah mendanai tenaga surya untuk infrastruktur kemanusiaan yang penting, termasuk rumah sakit dan sistem air. Sebuah proyek Bank Dunia senilai 11 juta dolar AS yang dimulai pada 2018 memberikan pinjaman kepada rumah tangga dan bisnis, serta hibah untuk layanan publik penting seperti rumah sakit, untuk memasang panel surya. 

Proyek lainnya, yakni Program PBB senilai 2 juta dolar AS memasang sistem tenaga surya di empat rumah sakit Gaza. Sementara itu, Jerman menyediakan 92 juta dolar AS untuk Instalasi Air Limbah Pusat Bureij yang memiliki kemandirian energi. Instalasi tersebut mempunyai pembangkit tenaga surya dan biogas berkapasitas 4 MW. International Finance Corporation juga menyusun paket pembiayaan utang untuk proyek pemasangan panel surya di kawasan industri Gaza. 

Meskipun manfaat lingkungan dari sistem tenaga surya bagi Gaza sudah jelas, para donor berupaya memanfaatkan sistem tenaga surya untuk meningkatkan ketahanan energi. Logika mereka adalah bahwa infrastruktur tenaga surya terdistribusi membatasi titik kegagalan tunggal di sektor kelistrikan, mengurangi ketergantungan pada impor bahan bakar, dan dapat diperbaiki lebih cepat daripada pembangkit listrik besar.

Dampak Perang

Genosida Israel dinilai telah melumpuhkan jaringan listrik Gaza. Badan-badan  PBB melaporkan bahwa persediaan bahan bakar mereka habis sekitar sebulan setelah 7 Oktober, yang memaksa rumah sakit dan pabrik desalinasi berhenti beroperasi. Pada 17 November, layanan internet dan telepon di Gaza terputus karena kekurangan bahan bakar, sehingga memaksa PBB untuk menghentikan pengiriman bantuan. Blokade impor bahan bakar juga mencegah banyak generator diesel swasta beroperasi, karena hanya pemilik generator dengan persediaan bahan bakar mereka sendiri yang dapat melanjutkan layanan mereka.

Pertempuran juga telah menghancurkan sistem tenaga surya pada infrastruktur penting. Citra satelit menunjukkan bukti kerusakan akibat serangan Israel terhadap infrastruktur tenaga surya berskala lebih besar, termasuk instalasi pengolahan air limbah Gaza yang didanai Jerman, yang baru dibuka pada April 2023. 

Al Jazeera melaporkan bahwa serangan Israel menghancurkan panel surya atap di rumah sakit al-Shifa di Kota Gaza pada 6 November. Pertempuran juga telah menghancurkan sistem atap yang lebih kecil. Citra satelit dari area sampel seluas satu mil persegi di kota Gaza yang diambil pada 11 November 2023 menunjukkan bahwa 17 dari 29 sistem surya atap terbesar (100 m² dan lebih besar) telah hancur total atau menunjukkan kerusakan eksternal. Sistem atap terbilang rentan terhadap dampak pertempuran karena seringkali berada pada rangka yang tinggi dan rentan terhadap pecahan peluru dari dekatnya.

Rekonstruksi energi

Energi dinilai menjadi isu penting di tengah rencana upaya rekonstruksi kembali Gaza usai gencatan senjata 'rapuh' yang masih berlangsung.Dalam jangka panjang, banyak negara sudah bersaing untuk memajukan visi rekonstruksi mereka masing-masing.

Mesir, bersama 21 anggota Liga Arab lainnya, mengeluarkan rencana yang dimaksudkan untuk melawan konsep "riviera" Trump. Rencana tersebut mengusulkan pembangunan pembangkit listrik berkapasitas 2.500 megawatt—sekitar 20 kali lipat kapasitas Gaza sebelum perang—termasuk pembangkit listrik tenaga surya, angin, dan bahan bakar fosil, seperti dilansir dari Grist.Org.

Mereka tidak sendirian dalam upaya membangun Gaza sebagai pusat energi terbarukan. Otoritas Palestina, yang berharap dapat menggantikan Hamas sebagai badan penguasa Gaza, sedang mengembangkan rencana induk prioritas infrastruktur yang akan diselesaikan bersama Bank Dunia, Uni Eropa, PBB, dan negara-negara Arab. Wael Zakout, Menteri Perencanaan dan Kerja Sama Internasional Otoritas Palestina, mengatakan pembangkit listrik tenaga surya dan angin di seluruh Gaza dapat menjadikannya "wilayah pertama di dunia yang mencapai Net Zero Emission.

Gagasan lain yang telah dibahas dan didukung Trump pada masa jabatan pertamanya — adalah membangun ladang tenaga surya di gurun Sinai yang terik matahari, tepat di seberang perbatasan selatan Gaza. Mereka yang mendukung gagasan ini mengatakan hal ini memiliki dua manfaat: membebaskan lahan di Gaza untuk penggunaan lain, dan karena berada di Mesir, Israel kemungkinan besar tidak akan mengincarnya.

Energi terbarukan memang pasti tak menjadi satu-satunya sumber daya yang dipertimbangkan untuk memulihkan Gaza. Sebuah ladang gas alam berukuran sedang ditemukan di lepas pantai Gaza pada 2000. Kondisi politik dan ekonomi menghalangi pengembangannya, tetapi AS, Mesir, dan Israel telah menggambarkannya sebagai cadangan energi yang belum dimanfaatkan untuk Gaza.

Pada November 2023, Amos Hochstein, utusan Timur Tengah untuk Presiden Joe Biden dan mantan eksekutif energi, mengatakan, "segera setelah kita mencapai hari setelahnya dan perang yang mengerikan ini berakhir, akan ada perusahaan yang bersedia mengembangkan ladang-ladang tersebut."

Para pendukung mengatakan listrik berbahan bakar gas akan memperkuat pasokan energi Gaza secara keseluruhan dan memungkinkan infrastruktur industri baru yang besar, seperti pabrik desalinasi dan pengolahan air limbah, yang akan meningkatkan kehidupan sehari-hari.

Josef Abramowitz, seorang pengembang energi surya Israel-Amerika yang pernah bekerja dengan mitra Palestina sebelumnya, berpendapat bahwa penekanan pada proyek-proyek besar kehilangan karakter desentralisasi yang telah terbukti paling sukses di Gaza. "Kisah Gaza adalah: proyek-proyek besar yang tidak terlaksana," ujarnya.

Model yang disukai Abramowitz adalah jaringan minigrid: jaringan panel surya dan penyimpanan baterai yang terlokalisasi. Dia menilai, fasilitas ini dapat memasok energi 24 jam dengan biaya yang jauh lebih rendah daripada pembangkit listrik berbahan bakar gas. Jaringan ini fleksibel, berkelanjutan, dan — penting dalam konteks Gaza yang diwarnai blokade, perang yang sering terjadi, dan pemerintahan yang buruk — layak dengan atau tanpa resolusi besar untuk konflik Israel-Palestina.