Ikhtiar Muda-Mudi Muslim Mengampanyekan Dampak Perubahan Iklim

Sejumlah pemuda Muslim berkumpul bersama untuk meningkatkan kesadaran akan dampak perubahan iklim.

Feb 13, 2025 - 22:41
Ikhtiar Muda-Mudi Muslim Mengampanyekan Dampak Perubahan Iklim

Dampak perubahan iklim terus dirasakan masyarakat di berbagai belahan dunia, termasuk Indonesia. Tak mau tinggal diam melihat lingkungannya dirusak oleh krisis iklim, sejumlah anak muda  memutuskan untuk melakukan dakwah dengan beragam cara. Upaya yang dilakukan untuk membuat semakin banyak masyarakat sadar dan bertindak bersama-sama untuk mencegah kerusakan iklim semakin parah.

Batin Siti Maryam Ulfah (39) campur aduk saat tiba di Dusun Timbulsloko, Desa Timbulsloko, Kecamatan Sayung, Kabupaten Demak, Jawa Tengah, Kamis (6/2/2025) petang. Warga Kecamatan Kilo, Kabupaten Dompu, Nusa Tenggara Barat itu tampak tak percaya saat melihat rumah-rumah berdiri di tengah genangan air. Rumah-rumah di Dusun Timbulsloko sudah terendam banjir rob sejak tahun 2008. Seiring berjalannya waktu, banjir rob yang awalnya datang silih berganti, mulai menggenangi dusun tersebut pada 2018.

Karena tidak memiliki biaya untuk pindah ke tempat lain, warga beradaptasi dengan cara meninggikan rumah. Mereka juga membuat panggung atau dek untuk menghindari air saat air pasang. Selain membangun rumah, warga juga membangun jalan akses dari kayu dan bambu yang menghubungkan tempat tinggalnya. Semua itu dibiayai secara swadaya oleh masyarakat.

"Saya merasa marah, kesal, dan sedih. Mereka sudah pasrah, harus bertahan dan berulang kali meninggikan rumah. Saya baru sadar bahwa begitulah bahayanya dampak perubahan iklim," tutur Siti.

Banjir yang melanda Timbulsloko terjadi karena beberapa faktor. Salah satunya, yakni naiknya muka air laut yang dipicu oleh mencairnya es di wilayah kutub akibat kenaikan suhu global. Sementara itu, wilayah Kecamatan Sayung terus mengalami penurunan tanah akibat pengambilan air tanah secara terus-menerus untuk keperluan industri.

Selain itu, para ahli menduga banjir rob di Sayung dipicu oleh pembangunan besar-besaran di kawasan Pelabuhan Tanjung Emas, Kota Semarang, Jawa Tengah. Pembangunan tersebut menyebabkan arus laut yang seharusnya menuju ke arah Semarang, justru bergerak ke arah Sayung yang kemudian menambah volume air di daratan Sayung.

Siti yang tinggal di kawasan pesisir itu pun khawatir kejadian di Timbulsloko juga akan terjadi di kampung halamannya. Ke depan, perempuan yang berprofesi sebagai Kepala Sekolah Dasar Islam Terpadu Ar Raihan Kilo itu berjanji akan lebih giat lagi mengedukasi siswa-siswi di sekolahnya tentang pentingnya menjaga lingkungan.

"Saya rasa kita harus lebih gencar lagi mengedukasi. Sebab, kalau kita diam saja, daerah kita akan seperti ini, ikut tenggelam. Saya yakin, sosialisasi dari sekolah itu penting karena nanti akan menular ke semua orang, pelan-pelan," kata Siti.

Sekolah gratis yang didirikan Siti itu kini memiliki 70 siswa dari kelas I hingga III. Ada enam guru, termasuk Siti, yang setiap hari mengajar siswa-siswinya. Mereka tidak hanya mengajarkan mata pelajaran umum, tetapi juga materi lingkungan hidup. Siswa diajak menanam pohon, membersihkan pantai, serta memilah dan mendaur ulang sampah untuk mengurangi dampak perubahan iklim.

M Amrul Khair (26), warga Kabupaten Donggala, Sulawesi Tengah, juga memiliki kekhawatiran yang sama dengan Siti setelah melihat kondisi di Timbulsloko. Pria yang bekerja sebagai konsultan bencana di Pusat Penanggulangan Bencana Muhammadiyah Sulawesi Tengah itu memetik banyak hikmah dari kisah warga di Timbulsloko.

Selama ini, Amrul menjadi pendamping warga di dua desa terdampak banjir rob di Kecamatan Sirenja, Donggala. Berbeda dengan banjir rob di Timbulsloko, banjir rob di dua desa tersebut pasang surut. Namun, sebagian warga di wilayah tersebut memilih pindah, tidak beradaptasi seperti warga Timbulsloko.

"Saya mendapat banyak wawasan, terutama bagaimana masyarakat bisa beradaptasi di sini. Di daerah yang saya dampingi, ketika mereka terkena gelombang pasang, mereka langsung pindah karena lokasinya di sana," kata Amrul di sela-sela kegiatannya di Timbulsloko, Kamis.

Menurut Amrul, adaptasi seperti yang dilakukan masyarakat di Timbulsloko menjadi salah satu alternatif yang bisa diterapkan di dua desa dampingannya. Cara-cara adaptasi ini, kata Amrul, akan diinformasikan kepada masyarakat dan pemerintah daerah agar bisa ditiru.

"Saya baru tahu ada cara seperti ini yang diterapkan masyarakat di sini. Jadi, mereka benar-benar bisa hidup berdampingan dengan bencana. Itu yang sebenarnya ingin kita terapkan di Sulawesi karena memang termasuk daerah rawan, hampir sama dengan di sini," kata Amrul.

Siti dan Amrul merupakan dua dari 20 peserta program Lokakarya Hijrah Iklim yang digagas Muslim for Shared Action on Climate Impact (Mosaic). Dalam kegiatan tersebut, para pemuda dan pemudi muslim yang menjadi pemimpin di lingkungannya diberikan materi tentang dampak krisis iklim dan bagaimana mereka harus berperan dalam menanggapi tantangan krisis iklim. Selain itu, para peserta yang berusia 22-40 tahun juga diajarkan fikih lingkungan dan konsep

Siti dan Amrul merupakan dua dari 20 peserta program Workshop Hijrah Iklim yang digagas oleh Muslims for Shared Action on Climate Impact (Mosaic). Dalam kegiatan tersebut, para pemuda dan pemudi muslim yang menjadi pemimpin di lingkungannya diberikan materi tentang dampak krisis iklim dan bagaimana mereka harus berperan dalam menanggapi tantangan krisis iklim.

Selain itu, para peserta yang berusia 22-40 tahun tersebut juga diajarkan ilmu fikih lingkungan dan konsep sedekah energi terbarukan. Hal ini dinilai penting karena ilmu tersebut bersinggungan dengan kegiatan yang dilakukan para peserta di lingkungan, organisasi, dan lingkungannya.

"Setelah kegiatan, para peserta diminta untuk mengambil inisiatif atau solusi atas krisis iklim, yang akan kami bantu bentuk melalui inkubasi, pendampingan, dan pembinaan. Kami juga memberikan sedikit dana untuk menjadi katalis bagi inisiatif mereka," kata Project Lead Mosaic, Aldy Permana.

Menurut Aldy, tahun ini merupakan tahun ketiga penyelenggaraan Workshop Hijrah Iklim. Hingga saat ini, 40 alumni program tersebut telah membentuk delapan proyek solusi untuk mengatasi krisis iklim, salah satunya adalah pengembangan kurikulum iklim di pesantren.

Tepercaya

Aldy menuturkan, program ini digagas karena pihaknya tidak sepakat dengan survei dari salah satu lembaga pada tahun 2020 yang menyebutkan masyarakat Indonesia menduduki peringkat pertama sebagai masyarakat yang abai terhadap isu perubahan iklim.

Pada 2021, Mosaic melakukan survei nasional tentang perubahan iklim, namun dengan bahasa dan istilah yang lebih mudah dipahami masyarakat. Survei tersebut menemukan bahwa mayoritas masyarakat peduli terhadap dampak perubahan iklim.

"Dari survei tersebut, kami juga mendapatkan temuan menarik, yakni tentang siapa penyampai pesan yang paling dipercaya dalam menyampaikan isu perubahan iklim. Saat itu, tokoh agama berada di peringkat kedua. Peringkat pertama adalah pemerintah daerah dan peringkat ketiga adalah ilmuwan. Hal itu mendorong kami untuk melibatkan tokoh agama, pendakwah, dan calon pemimpin Islam dalam meningkatkan kesadaran tentang dampak perubahan iklim," tutur Aldy.

Niki Alma Febriana Fauzi, Dosen Program Studi Hadits Universitas Ahmad Dahlan, Yogyakarta, yang juga menjadi fasilitator dalam kegiatan tersebut, mengatakan, umat Islam tidak hanya dituntut untuk beribadah kepada Allah, tetapi juga dianjurkan untuk menjaga hubungan dengan sesama dan lingkungan. Sebab, berbuat baik dan beramal kepada sesama manusia dan alam semesta merupakan bagian dari ibadah kepada Allah.

"Mungkin selama ini jika berbicara tentang agama, khususnya Islam, orang yang beriman adalah orang yang tekun shalat, puasa, haji, dan umrah berkali-kali, mungkin begitu. Namun, kita tidak pernah melihat bagaimana seorang muslim yang peduli terhadap lingkungan, dia mengadvokasi korban dari kelompok tertentu yang mengeksploitasi lingkungan, itu juga bagian dari ibadah," tutur Niki.

Kunjungan lapangan seperti yang dilakukan peserta ke Timbulsloko merupakan kegiatan yang menurut Niki perlu untuk mengasah kepekaan dan hati nurani. Sebagai tokoh masyarakat Islam, mereka dianjurkan untuk tidak hanya duduk di balik meja, membuka buku, dan menjawab pertanyaan berdasarkan dalil yang ada. “Dengan kegiatan seperti ini, kita semakin dekat dengan permasalahan riil di masyarakat. Pemahaman yang telah diperoleh dari sumber-sumber tekstual kemudian dapat didialogkan dengan permasalahan atau realitas yang diharapkan dapat menghasilkan solusi yang menghasilkan manfaat,” ungkapnya.

Sementara itu, Country Lead Aktivasia Indonesia, Didit Haryo Wicaksono yang turut terlibat dalam kegiatan tersebut menilai pengalaman berkunjung dan berinteraksi langsung dengan masyarakat di Timbulsloko dapat memberikan gambaran yang utuh tentang bagaimana krisis iklim terus menggerogoti masyarakat. Terlebih lagi, dalam mengatasi permasalahan tersebut, Didit menilai kehadiran pemerintah sangat minim.

“Jadi, mereka tidak hanya mendengar atau melihat dari film atau media sosial, tetapi merasakan langsung, berinteraksi dengan masyarakat yang pekarangannya betul-betul tergerus krisis iklim. Sehingga mereka paham, krisis iklim bukanlah mitos, dan sebagai penyiar muda Islam, mereka punya tanggung jawab untuk merespon dan menyebarluaskan kebenaran ini agar masyarakat Indonesia, khususnya umat Islam, memiliki kesadaran yang lebih utuh tentang krisis iklim,” tutur Didit.

Didit mengatakan, mengedukasi dan menyadarkan masyarakat terhadap isu perubahan iklim bukanlah hal yang mudah. ​​Pasalnya, sebagian masyarakat masih menganggap isu perubahan iklim bukan isu yang krusial, apalagi di tengah kondisi ekonomi yang kurang baik.

"Namun, kami sangat berharap masyarakat setidaknya semakin sadar bahwa kesejahteraan tidak bisa lepas dari kondisi lingkungan yang baik. Dan, tentu saja kondisi ini harus kita atasi bersama-sama agar kesadaran masyarakat bisa tumbuh. Jadi, dengan tumbuhnya kesadaran masyarakat terhadap isu lingkungan, kami berharap hal ini bisa mendorong negara untuk lebih serius lagi membicarakan isu lingkungan dan kesadaran masyarakat untuk berkontribusi menjaga lingkungan pun semakin meningkat,"ujar dia.

Sumber: https://www.kompas.id/artikel/en-ikhtiar-muda-mudi-muslim-mengampanyekan-dampak-perubahan-iklim?status=sukses_login&status_login=login&loc=hard_paywall