Saling Serang Cawapres Soal Lingkungan, Siapa yang Harus Dipilih?

Menurut Gatot, masalah lingkungan bukanlah persoalan teknis tetapi perilaku

Feb 1, 2024 - 22:18
Saling Serang Cawapres Soal Lingkungan, Siapa yang Harus Dipilih?

Tak sampai hitungan bulan, masyarakat Indonesia akan kembali memasuki pasta demokrasi lima tahunan. Pemilu Presiden 2024 yang akan dilaksanakan serentak di 34 provinsi ini juga mengundang tantangan bagi pemilih untuk berbondong-bondong ke bilik suara menentukan siapa pasangan calon presiden dan wakil presiden yang akan dipilihnya.

Isu iklim menjadi salah satu faktor penting di tengah kondisi bumi yang tidak menentu. Visi misi para kandidat pun tampak diuji dalam debat calon wakil presiden bertema pembangunan berkelanjtuan dan lingkungan hidup, sumber daya alam dan energi, pangan, agraria hingga masyarakat adat dan desa, pada Ahad (21/1/2024) malam di Jakarta.

Beberapa topik memantik panasnya debat antara Muhaimin Iskandar, Gibran Rakabuming Raka dan Mahfud MD. Food Estate menjadi ‘hidangan pembuka’ serangan dari cawapres nomor urut 1 Muhaimin Iskandar. Muhaimin menuding proyek yang menjadi program calon presiden Prabowo Subianto sebagai menteri pertahanan dinilai terbukti menghasilkan konflik agraria dan merusak lingkungan. Muhaimin mengatakan bahwa salah satu yang akan dia lakukan untuk mengatasi krisis iklim adalah dengan menggenjot energi baru dan terbarukan.

Salah satu contoh investigasi yang dilakukan Tempo di Gunung Mas, Kalimantan Tengah, bersama dengan the Gecko Project bersama Greenpeace, Rainforest Investigations Network of Pulitzer Center dan Internews' Earth Journalism Network yang menunjukkan bahwa dalam pembangunan food estate ditemukan banyak pelanggaran aturan pemerintah yang dilakukan oleh perusahaan swasta. Aktivitas dibukanya lahan hutan yang meningkatkan deforestasi dan pemanasan global telah menyebabkan banjir di beberapa wilayah di Kalimantan Tengah.

Cawapres nomor urut 2, Gibran Rakabuming Raka mengakui ada program food estate yang gagal. Meski demikian, putra sulung Presiden Joko Widodo itu berdalih beberapa daerah justru sudah berhasil bahkan menuai panen. “da juga yang berhasil, ada yang panen, misalnya di Kabupaten Gunung Mas, Kaltim, sudah panen jagung dan singkong,”kata Gibran yang merepresentasikan diri sebagai paslon penerus program pemerintah.

Lepas dari isu food estate, Gibran mengaku akan mendorong transisi menuju energi hijau sehingga tak lagi bergantung kepada energi fosil. Hal tersebut dikatakan Gibran saat menjawab pertanyaan panelis terkait pembangunan rendah karbon yang berkeadilan untuk mewujudkan net zero emission pada tahun 2026. Gibran mengaku akan mendorong energi nabati, bioetanol, dan bioavtur bersama capres Prabowo Subianto jika dipercaya terpilih kelak.

Menurut Gibran, keberadaan B35 atau campuran bahan bakar nabati dari minyak kelapa sawit dan B40 atau bahan bakar nabati yang merupakan campuran antara komoditas kelapa sawit dan solar akan mampu menurunkan nilai impor minyak, meningkatkan nilai tambah produksi sawit di dalam negeri dan lebih ramah lingkungan. Meski demikian, Gibran mengaku tantangannya yakni  mencari titik kesimbangan lingkungan di tengah strategi hilirisasi yang diusungnya.

Cawapres nomor urut 3 Mahfud MD menjabarkan bahwa ia bakal menyusun kebijakan berdasarkan empat tolok ukur yang memperhatikan kelestarian lingkungan. Keempat tolok ukur itu terdiri dari pemanfaatan, pemerataan, partisipasi masyarakat, penghormatan terhadap hak-hak yang diwariskan turun-menurun. Berdasarkan tolok ukur itu, Mahfud menyatakan ia akan mengajukan dua program, yaitu “petani bangga bertani, dan di laut kita jaya, nelayan sejahtera.” “Jangan seperti food estate yang gagal dan merusak lingkungan. Yang benar saja. Rugi dong kita,” ujar Mahfud.

Dilansir dari Walhikrisis iklim telah menyebabkan bencana hidrometeorologis, yang ditandai oleh cuaca ekstrem, semakin intens. Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menyebutkan El Nino (musim kering panjang) dan La Nina (musim hujan panjang) kini intensitasnya semakin meningkat sebagai dampak dari krisis iklim. Jika pada periode 1950-1980 siklusnya sekitar 5-7 tahunan, pada periode 1980-2018 siklusnya menjadi 2-3 tahunan. Dampaknya, Indonesia akan lebih sering mengalami kekeringan sekaligus banjir. Untuk itu, perlu visi misi yang jitu dari pasangan calon presiden dan wakil presiden untuk menanggulangi bahaya krisis iklim yang bukan hanya di depån mata, tetapi sudah kita rasakan.

Menurut Sekretaris MLH Muhammadiyah Gatot Supangkat, kerusakan lingkungan yang terjadi saat ini tak lepas dari ulah tangan manusia. Hal tersebut sudah diperingatkan Allah SWT dalam firman-Nya di dalam Alquran pada 15 abad silam. 

Tak sekadar menjelaskan jika kerusakan di darat dan di laut tak lepas dari manusia, Allah SWT juga sudah melarang kita untuk melakukannya. "Dan, carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (pahala) negeri akhirat, tetapi janganlah kamu lupakan bagianmu di dunia. Berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu dan janganlah kamu berbuat kerusakan di bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.” (QS Al-Qasash ayat 77).

Untuk itu, Gatot mengatakan, semua calon pemimpin terlebih pasangan calon presiden wakil presiden tidak bisa melepaskan diri dari isu lingkungan. Untuk itu,  dia meminta agar masyarakat seyogyanya tak sekadar terpaku pada visi misi pasangan calon presiden-wakil presiden sebagai pertimbangan untuk menetapkan pilihan. Menurut Gatot, setiap calon pemimpin memiliki rekam jejak baik sebagai pribadi maupun saat bertindak sebagai pemimpin. Rekam jejak tersebut, ujar dia, seyogyanya harus menjadi pertimbangan masyarakat untuk memilih.