Hutan Wakaf Punya Peluang Jadi Pemain di Bursa Karbon

Hutan menjadi kredit karbon yang dicari perusahaan besar mengingat penyerapan emisinya yang tidak kecil.

Dec 9, 2023 - 22:02
Hutan Wakaf Punya Peluang Jadi Pemain di Bursa Karbon

Bursa Karbon Indonesia yang baru dirilis oleh Bursa Efek Indonesia (BEI) pada 26 September 2023 lalu membuka peluang bagi hutan yang dikelola oleh masyarakat, termasuk hutan wakaf. BEI mengungkapkan, hutan wakaf berpotensi menghasilkan kredit karbon bahkan dalam kategori premium. 

Dilansir dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK), nilai perdagangan di bursa karbon Indonesia mencapai Rp 30,7 miliar dengan volume perdagangan 490.716 ton setara karbondioksida (CO2e). Nilai ini tercatat sepanjang 26 September 2023 hingga 30 November 2023. Transaksi tersebut masih sebatas sektor energi belum merambah sektor kehutanan terlebih yang dikelola masyarakat.

Kredit karbon berasal dari pengurangan emisi dari proyek-proyek perusahaan seperti pembangunan turbin, pengurangan emisi, pengurangan metana atar zat rumah kaca dan pemulihan hutan. Lewat proyek-proyek hijau, perusahaan dapat mengajukan perhitungan daya serap lahan ke lembaga verifikasi kredit karbon yang diakui secara internasional. Setelah memperoleh sertifikasi akan sejumlah kredit karbon, maka kredit karbon itu akan tercatat dalam depository atau lembaga yang bertanggungjawab menyimpan kredit karbon tersebut untuk kemudian diperdagangkan di bursa karbon.

Executive Vice President Business Development Bursa Efek Indonesia (BEI) Ignatius Denny Wicaksono mengatakan, bursa karbon merupakan upaya mitigasi yang dilakukan perusahaan guna menurunkan emisi di dunia. Menurut dia, program wakaf hutan pun  memiliki tujuan pengurangan emisi sesuai dengan Net Zero 2060.”Dari wakaf hutan, ingin tahan laju kredit dengan karbon kredit emisi dengan hutan itu. Jadi saya lihat ini hal menarik, kalau bisa diteruskan menjadi karbon kredit," ujar dia setelah Talkshow Wakaf Hutan yang digelar Republika bersama MOSAIC di Jakarta, Kamis (30/11/2023).

Ia melanjutkan, jika  hutan tersebut bisa menghasilkan karbon kredit, maka manfaat atau nilai wakaf bisa diberikan kembali ke penerima manfaat. Apalagi, penetapan harga atau pricing dari kredit karbon hutan menarik bagi pembeli."Pricing dari karbon kredit menarik. Pembeli melihat quality arbsorb (menyerap) emisi lebih tinggi. Lalu ada additional benefit, mendukung lingkungan di sekitarnya, sosial aspek wakaf bantu sosial, jadi wakaf hutan sangat potensial," jelas Denny.

Denny menjelaskan, perusahaan besar kerap mencari kredit karbon yang premium. Salah satu kualifikasinya yakni kredit karbon yang lebih menyerap emisi ketimbang mengurangi. “Misalkan yang sudah terbit dari PLN. Mereka punya Pembangkit Listrik Tenaga Gas. Ini kan gas mengemisi tapi kok dapat karbon kredit? Karena kalau dibanding dengan batubara tentunya lebih rendah,”ujar dia.

Menurut dia, hutan menjadi kredit karbon yang dicari perusahaan besar mengingat penyerapan emisinya yang tidak kecil. Perusahaan-perusahaan tersebut juga melihat manfaat tambahan dari hutan tersebut seperti biodiversity. Dengan demikian, keberadaan hutan tersebut bisa lebih membantu kehidupan satwa. Manfaat lainnya yakni adanya manfaat sosial dari pengelolaan hutan tersebut. “Wakaf ini kan sudan pasti ada manfaat sosialnya,”jelas dia.

Untuk itu, Denny mengatakan, hutan wakaf sebenarnya bisa masuk ke dalam kategori kredit karbon yang premium. “Hutan ini bisa diterbitkan kredit karbon masuk dalam kategori karbon kredit yang premium. Karena itu saya sangat curious untuk menunggu wakaf hutan ini bisa  menerbitkan karbon tradingnya supaya kita nanti bisa ke pasar internasional,”ujar dia.

Denny menjelaskan, untuk menjustifikasi bahwa unit karbon itu sesuai dan diukur dengan matang ada di lingkup Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Ada empat lembaga validasi atau verifikasi (LVV) yakni Succofindo, Mutu Agung Lestari, TUV Nord Indonesia dan TUV Rheinland Indonesia yang sudah ditunjuk KLHK. Setelah mendapatkan verifikasi, pengelola bisa mendaftarkan ke BEI dengan dokumen lembaga dan NPWP. “Kredit karbonnya diperjualbelikan disitu,”ujar dia.

Seperti diketahui, saat ini Indonesia baru memiliki bursa karbon di bawah naungan BEI. Mengingat bursa tersebut terbilang baru, maka sosialisasi terus digencarkan. Jumlah perusahaan yang mendaftar bursa karbon pun, kata dia, terus bertambah setiap hari. Sejak 26 November lalu, pendaftar mencapai sekitar 60-an perusahaan.

Hutan wakaf merupakan hutan yang berdiri di atas lahan wakaf. Layaknya aset wakaf lainnya, pengelolaan hutan wakaf dilakukan oleh nazir. Di Indonesia, ada beberapa hutan wakaf yang sudah berdiri seperti hutan wakaf Aceh di Jantho, Aceh Besar, hutan wakaf Bogor di Cibunian dan hutan wakaf Majelis Ulama Indonesia (MUI) di Sukabumi.

Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia Prof Bambang Brodjonegoro menjelaskan, Indonesia masuk ke dalam tiga negara hutan tropis terbesar di dunia bersama Republik Demokratik Kongo dan Brasil. Untuk itu, aset tersebut pun dimanfaatkan tidak hanya untuk ekonomi dan dunia usaha tetapi juga bagi masyarakat. Mantan menteri keuangan ini menjelaskan, hutan juga memiliki potensi kredit karbon yang luar biasa. Banyak pelaku bisnis multinasional dan global butuh kredit karbon. Mereka ingin tampil sebagai perusahaan yang berkomitmen terhadap pertumbuhan ekonomi hijau. Menurut Bambang, peluang ekonomi ini bisa dimanfaatkan oleh hutan wakaf.

Manfaat kedua,  Bambang menjelaskan, hutan wakaf bisa dikelola dengan pendekatan seperti perhutanan sosial yang bisa memberikan manfaat tambahan bagi masyarakat. Dia mengatakan, Indonesia pada dasarnya adalah negara agraris. Akan tetapi, lahan pertanian terutama di Pulau Jawa sudah mulai terkikis habis. Di sisi lain, banyak masyarakat petani yang tinggal di dekat hutan berada di jurang kemiskinan. Karena itu, masih banyak kasus kebakaran hutan dan lahan (karhutla) yang terjadi akibat pembukaan lahan oleh warga. Menurut dia, skema perhutanan sosial seperti hutan wakaf bisa menjadi solusi masalah tersebut. "Dengan menjaga kelestarian hutan, dapat dilakukan kegiatan agrikultur tanaman macam-macam buah, seperti alpukat, durian, dan lainnya. Akhirnya hutan tetap lestari tapi masyarakat bisa dapat akses kehidupan," katanya.