Menghidupkan Kembali Ranu Gunung Lemongan
Gus Aak dan Laskar Hijau menanam kembali hutan Lemongan agar ranu kembali mengeluarkan mata air.
Di kaki Gunung Lemongan, belasan ranu telah mengering. Kolam-kolam alami yang terbentuk akibat erupsi gunung api tersebut sudah lama tak mengeluarkan air terlebih pada kemarau. Adapun Ranu yang masih mampu memiliki sumber air pun menyusut. Salah satunya Ranu Klakah yang berlokasi di dekat rumah Aak Abdullah Al Kudus.
Lelaki berambut gondrong yang akrab disapa dengan sebutan Gus Aak itu menyadari fenomena tersebut saat melakukan aktivitasnya sebagai salah satu pengajar di lembaga pendidikan alternatif bernama Sekolah Rakyat Merdeka.
Di sekolah tersebut, Aak menjadikan Ranu Klakah sebagai kurikulum pendidikan bagi anak-anak sekitar. Semua mata pelajaran mengacu pada danau yang berada di Desa Tegal Randu, Kecamatan Klakah, Kabupaten Lumajang, Jawa Timur. Saat mengajarkan bahasa Inggris, Aak memperkenalkan ekosistem di Ranu Klakah dari nama tumbuhan, hewan yang hidup didalamnya hingga aktivitas keseharian penduduk dalam bahasa negeri Raja Charles.
Ketika masuk pelajaran berhitung, Aak pun membuat berbagai analogi soal cerita matematika yang berhubungan seputar Ranu Klakah seperti kedalaman, diameter hingga lebar danau alami itu. "Karena setiap hari kami belajar tentang Ranu Klakah, kami menyadari ada pengurangan debet air disana,"ujar Gus Aak saat berbincang dengan MOSAIC.
Fenomena tersebut ternyata bukan hanya dialami Ranu Klakah. Menurut Aak, dari 24 ranu di lereng Gunung Lemongan, hanya ada 13 danau yang memiliki air. Sisanya tinggal berbentuk cekungan raksasa. Padahal, ranu-ranu tersebut berfungsi penting bagi penghidupan warga. Mata airnya mengairi ratusan hektare lahan pertanian.Tidak hanya itu, sebagai desa yang berpenduduk Muslim, Aak mengatakan, air amat penting bagi ibadah mereka sehari-hari. "Kita kalau wudhu kan harus pakai air, mandikan jenazah, mandi janabah, semua pakai air,"ujar dia.
Aak lantas menelusuri akar penyebab penyusutan dan keringnya ranu. Dia mengungkapkan, fenomena itu terjadi disebabkan oleh hutan yang menggundul di sekitar Gunung Lemongan. Aak berkisah, kala itu, Presiden ke-4 RI KH Abdurahman Wahid memiliki kebijakan untuk membebaskan hutan-hutan yang dindustrialisasi para kroni Orde Baru. Dalam salah satu pidatonya, Gus Dur mengungkapkan, semua hutan tersebut harus dikembalikan kepada rakyat, maka lahirlah kebijakan Hutan Rakyat.
Apa yang dikatakan Gus Dur ternyata diplintir oleh para oknum di lapangan. Mereka mengatakan kepada masyarakat yang tinggal di dekat hutan jika semua hutan tersebut sudah dikembalikan kepada negara. Mereka mengatakan, "Kalau kamu butuh kayu, potonglah kayunya. Itu perintah presiden". "Akhirnya waktu itu rakyat berbondong-bondong yang tinggal di pinggir hutan yang selama ini termiskinkan motongin pohon ini. Ada penadahnya. Potong saja. Mereka mengatakan seakan itu perintah presiden,"ujar Aak.
Menurut Aak, hal tersebut merupakan awal mula penggundulan hutan yang terjadi di hutan jawa dari Ujung Kulon hingga Banyuwangi secara massif dan terstruktur. Tidak terkecuali hutan di Gunung Lemongan. Menurut Aak, penggundulan terjadi dari 1998 hingga 2002.
Setelah sadar apa yang menjadi penyebab keringnya ranu-ranu di sekitar lingkungannya, Aak mulai menggerakkan para pemuda. Mereka membentuk Laskar Hijau pada 8 Desember 2008. Lewat gerakan ini, mereka menanam bibit demi bibit di lahan gundul yang notabene berstatus sebagai hutan lindung tersebut. Pekerjaan yang harus dilakukan Aak dan Laskar Hijau tidak mudah. Ada 2000 hektare lahan kritis yang harus ditanami. Lima belas tahun menanam, Laskar Hijau baru bisa menghijaukan 200 hektare lahan kritis. Tanaman yang dipilih separuh bambu dan separuh lainnya pohon buah. "Bambu dipilih karena bagus menyerap air sementara pohon buah untuk memenuhi kebutuhan ekonomi warga,"kata Aak.
Hanya saja, menanam tidaklah cukup. Aak perlu melakukan penyadaran melalui nilai-nilai agama yang dipeluk erat warga. Dimulai pada 2008, Aak membuat Maulid Hijau yang bertepatan pada Rabiul Awal. Sebuah bulan yang secara rutin dijadikan perayaan atas hari lahir Nabi Muhammad SAW yang jatuh pada tanggal ke-12. Lewat Maulid Hijau, Aak berupaya menanamkan betapa dekat Islam dengan lingkungan. "Saat nabi lahir itu pohon yang tidak berbuah menjadi berbuah,"kata Aak.
Tidak hanya itu, Nabi pun memiliki hubungan emosional dengan Uhud. Sampai-sampai, Rasulullah SAW pernah menoleh pada Gunung Uhud dan berkata, "Wahai Gunung Uhud, engkau tumpahkan kecintaanmu kepadaku, begitu juga aku." Nabi juga mengajarkan agar kita menanam pohon karena apa yang dimanfaatkan dari pohon tersebut akan bernilai sedekah hingga hari kiamat. “Dari sahabat Jabir ra, ia berkata, Rasulullah SAW bersabda, ‘Tiada seorang muslim yang menanam pohon kecuali apa yang dimakan bernilai sedekah, apa yang dicuri juga bernilai sedekah. Tiada pula seseorang yang mengurangi buah (dari pohon-)nya melainkan akan bernilai sedekah bagi penanamnya sampai hari Kiamat,’”
Meski demikian, upaya Aak untuk membuat gebrakan lewat Maulid Hijau ditentang tokoh agama setempat. Istilah Maulid Hijau bahkan dianggap sesat. Meski demikian, berkat campur tangan Gus Dur, Aak terus melangkah. Laskar Hijau pun bisa melanjutkan maulid bertema konservasi tersebut hingga tahun-tahun berikutnya.
Upaya yang dia rintis dengan tulus mendapat penghargaan dari banyak pihak. Antara lain, Aak pernah meraih gelar penghargaan dari Melalui Unit Kerja Presiden Bidang Pembinaan Ideologi Pancasila di tahun 2017. Aak Abdullah Al Kudus menjadi salah satu peraih penghargaan dari 72 orang penerima penghargaan dari seluruh Indonesia. Nama Aak Abdullah Al-Kudus bersanding dengan Alan Budi Kusuma, peraih medali emas bulu tangkis Olimpiade Barcelona 1992 dan Lisa Rumbeiwas, atlet Angkat Besi peraih medali perak pada Olimpiade Athena Tahun 2004. (red)