Riset: UAH Hingga Aa Gym Lebih Dipercaya Soal Isu Iklim

Survei ini melibatkan 3.000 responden Muslim dan 100 tokoh agama Islam.

Nov 11, 2024 - 01:15
Riset: UAH Hingga Aa Gym Lebih Dipercaya Soal Isu Iklim
Dino Patti Djalal

MOSAIC-INDONESIA.COM, JAKARTA — Dalam riset yang dirilis Purpose bersama Foreign Policy Community of Indonesia (FPCI) di Jakarta, Jumat (8/11/2024), tampak figur pemuka agama menjadi  pihak yang paling dipercaya oleh masyarakat dalam membahas isu iklim. 

Riset tersebut mengungkapkan, sebanyak 22 persen responden membawa pemuka agama Islam (ulama) bertengger di posisi pertama dalam pembahasan isu iklim yang lebih tinggi dari aktivis lingkungan (19%), pemerintah nasional (11%) dan ilmuwan (9%).

Di dalam rilis tersebut, nama-nama seperti Ustadz Adi HIdayat (UAH), Ustad Abdul Somad (UAS), Habib Jafar, Hanan Attaki, Gus Baha, Khalid Basalamah, KH Abdullah Gymnastiar (Aa Gym), KH Yahya Zainul Maarif (Buya Yahya), Felix Siaw hingga Gus Dur memiliki tingkat kepercayaan lebih tinggi apabila mengulas isu iklim. 

Hal ini menunjukan peran vital untuk melibatkan pemuka agama dalam menyuarakan isu lingkungan untuk meningkatkan kesadaran dan mendorong aksi iklim di tingkat akar rumput. “Ada kesepakatan diantara para tokoh Islam jika Islam mengandung ajaran untuk melindungi lingkungan,”ujar Michelle Winowotan, Manajer Strategis Purpose saat menyampaikan riset tersebut.

Survei ini melibatkan 3.000 responden Muslim dan 100 tokoh agama Islam untuk menangkap persepsi, sikap, dan peran mereka dalam mendorong aksi iklim. Temuan utama riset antara lain jika lingkungan belum menjadi isu paling prioritas utama bagi umat. Dari sepuluh isu prioritas, lingkungan bertengger di posisi nomor enam. Lapangan pekerjaan, kesehatan, dan kemiskinan masih menjadi tiga perhatian utama umat Islam.

Para responden juga ditanya seputar transisi energi yang berkeadilan. Banyak yang menjawab jika transisi energi berkeadilan termasuk dalam kepentingan publik. Bagi mereka, pengelolaan energi harus dilakukan dengan  seimbang antara kebutuhan manusia dengan alam. Mereka juga menolak untuk mengeksploitasi energi yang merusak ekosistem. 

Pertanyaan menarik lainnya yakni seputar filantropi untuk iklim. Pada awalnya, kesadaran mereka terhadap aksi filantropi untuk iklim terbilang rendah. Menariknya, saat diperkenalkan dan mendapat penjelasan soal konsep tersebut, banyak diantara mereka yang mengaku akan mempertimbangkannya di masa depan, sebagai contoh sedekah untuk lingkungan, wakaf hutan hingga infak untuk lingkungan. 

Para tokoh agama telah meyakini bahwa perubahan iklim dan kerusakan lingkungan disebabkan oleh aktivitas manusia. Temuan ini menghadirkan perspektif baru dari berbagai penelitian sebelumnya yang cenderung menunjukkan bahwa masyarakat Indonesia menyangkal krisis iklim sebagai akibat aktivitas manusia.

Penelitian kuantitatif dan kualitatif ini menggarisbawahi peran penting ajaran Islam dalam mendorong aksi iklim dan menunjukkan kesiapan komunitas Muslim dalam melakukan aksi-aksi bagi iklim.

Dino Patti Djalal, Pendiri dan Ketua FPCI, menyatakan, adanya peningkatan religiusitas global, termasuk di Indonesia, penting untuk menyelaraskan solusi iklim dengan ajaran Islam. Mantan duta besar RI untuk AS ini mengungkapkan, memahami hambatan dan kesenjangan adalah kunci mengingat sudut pandang agama sangat penting bagi masyarakat Indonesia.

Longgena Ginting, Country Director Purpose Indonesia, menambahkan, selama 15 tahun terakhir, Purpose telah membangun gerakan dan partisipasi publik, termasuk di kalangan umat Islam. "Kami percaya bahwa temuan ini akan menjadi dasar penting untuk memperkuat aksi iklim di Indonesia," ujar dia.

Dalam tiga tahun terakhir, Purpose telah membangun MOSAIC atau Muslims for Shared Action on Climate Impact, sebuah platform kolaboratif untuk mempertemukan berbagai pemangku kepentingan Islam dalam mendorong aksi iklim, termasuk mendorong dialog dan lobi dengan pemerintah untuk kebijakan yang lebih konkrit.

Menanggapi tentang pendekatan yang perlu dilakukan untuk meningkatkan aksi iklim di kalangan umat Islam, Abdul Gaffar Karim, Steering Committee MOSAIC yang juga akademisi dari Universitas Gadjah Mada menyampaikan, “Bagi kami kata kuncinya aksi dan kolaborasi.

Meski data mengungkap bahwa masyarakat percaya kepada pemuka agama sayangnya seruan-seruan di masjid sangat sedikit yang menyentuh isu iklim, dalam riset kecil kami kurang dari 2% dakwah di masjid menyentuh topik ini.”

Gaffar menambahkan, tindak lanjut konkrit seperti ini yang harus didorong semisal dengan mendekati manajemen masjid seperti siapa yang menentukan ustaz. "Sehingga takmir masjid menjadi bagian pendekatan penting agar bisa memilih pemuka agama yang memiliki pengetahuan yang baik tentang lingkungan," ujar dia.

Inisiatif yang telah dilakukan MOSAIC adalah penyelenggaraan Kongres Umat Islam untuk Indonesia Lestari, yang dihadiri oleh Wakil Presiden dan tokoh agama pada 2022. Kongres ini bertujuan untuk menunjukkan komitmen untuk mensinergikan kebijakan nasional dengan nilai-nilai religius Islam.

Selain itu MOSAIC juga mengembangkan gerakan aksi iklim berbasis pendanaan Islam seperti Wakaf Hutan, Sedekah Energi, dan Bengkel Hijrah Iklim.